Aktivis dari Tanah Abang

Pergolakan politik menjelang peristiwa 1965 membuat arah kehidupan Jusuf Wanandi berputar 180 derajat. Dari cita-cita semula menjadi profesor hukum, dia beralih menjadi aktivis politik. Kesempatan mengikuti kuliah hukum di Universitas Harvard di Amerika Serikat pun terpaksa dilewatkan.

Jusuf mengikuti dari dekat kehidupan Istana di akhir masa kekuasaan Sukarno. Dia kemudian terlibat dalam pergulatan politik dan demonstrasi mahasiswa untuk menjatuhkan sang presiden. Bersama kelompoknya dia menyokong Jenderal Soeharto menjadi penguasa tunggal Orde Baru. Dia berteman dekat dengan Mayor Jenderal Ali Moertopo, perwira Operasi Khusus yang amat dipercaya Soeharto.

Roda sejarah berputar. Dalam peristiwa Malari alias Malapetaka 15 Januari 1974, gantian Jusuf dan kelompoknya di Centre for Strategic and International Studies yang bermarkas di Tanah Abang, Jakarta Pusat menjadi bulan-bulanan kritik dan protes mahasiswa. Hubungan dengan Soeharto pun tak selalu mulus. Sejak 1987, dia bahkan mulai bersimpang jalan dengan orang yang dulu didukungnya itu.

Bulan depan, pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, ini genap 73 tahun. Dua pekan lalu dia menceritakan pengalaman hidupnya yang berimpitan dengan sejarah kontemporer negara ini kepada Nugroho Dewanto, Ign. Yophiandi, dan Ninin Damayanti dari Tempo.

Senin, 25 Oktober 2010

”Memangnya saya takut sama mereka?”

”Bukan begitu, Pak. Saya dulu pernah di posisi mereka, dan mereka sangat kuat. Kita bisa digilas.”

Percakapan itu terjadi saat saya menghalangi Mayor Jenderal Ali Moertopo yang nekat ingin keluar dari gedung kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, sambil membawa pistol. Ali berkeras ingin menemui Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Ha

...

Berita Lainnya