Requiem untuk Aceh
Kematian berserak. Kita tahu, tangisan kerabat, tangisan orang-orang yang kehilangan sosok-sosok yang paling dicintai, tentu saja sebuah requiem?lagu kematian?yang paling universal. Majalah ini menyajikan sejumlah puisi, buah refleksi spontan dari para penyair Aceh dewasa ini, dan mencoba menangkap bagaimana Aceh?yang modern dan tradisional?merespons kematian, kesedihan, yang aromanya masih begitu pekat di kota-kota pesisir. Bagaimana sastra dan musik bersaksi atas rangkaian perpisahan tak terduga ini. Requiem untuk Aceh: kehidupan yang sekonyong-konyong menjadi puing-puing.
Senin, 10 Januari 2005
Allah hai do do da idi/ Boh gadong biye boh kaye uteun/ Rayeuk si nyak hana peu ma bri/ Aib ngon keji ureung donya keun. (lirik Do do da idi)
Suara perempuan itu seperti semilir angin: bertiup perlahan, hilang perlahan. Di layar kaca, tubuh-tubuh bocah berjajar rapi, mata dan rahangnya terkatup. Tubuh-tubuh kecil yang tak lagi bergerak, beku, tapi suara Cut Aja Rizka Syarfiza, personel kelompok Nyawoung, mendendangkan sebuah lullaby, satu d
...