Layar Masa Lalu yang Retak

Kerusakan dan penemuan baru seolah silih ganti bermunculan dalam dunia purbakala Indonesia. Untuk memperingati Hari Purbakala Nasional yang jatuh pada 14 Juni kemarin, Majalah TEMPO merefleksikan masalah itu. Ulasan dilengkapi dengan tulisan bagaimana seniman kontemporer Indonesia menjadikan candi sebagai sumber kreatif mereka.

Dua arca kembar Dwarapala itu duduk gagah membawa gada. Raksasa setinggi hampir 4 meter berbobot 20 ton itu seolah masih setia menjaga Candi Singosari di Jawa Timur—meski arca-arca terbaik candi itu, seperti Durga Mahesasuramardini, belum dikembalikan dari Leiden, Negeri Belanda (lihat: Durga di Tangan 'Meneer'). Tak ada pengunjung sama sekali sore itu. Juru kunci Sugiono tampak tidur di bawah rindang pohon maja. Ayam-ayam berkeliaran, membuang tahi di dekatnya.

Nun jauh ratusan kilometer dari situ, suasana merana juga terasa di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Tubuh candi penuh coret-coret graffiti. Lokasi candi menjadi tempat menggembala kambing. Seorang turis Belanda sore itu kesal melihat panorama ranggas dan kumuhnya situs.


Minggu, 15 Juni 2003

Dunia kepurbakalaan Indonesia memang penuh paradoks. Tiap bulan penuh temuan baru, tapi juga banyak yang hancur karena berbagai sebab. Di Rengasdengklok, misalnya, minggu ini para arkeolog menggali situs yang diduga keras bekas candi-candi era Tarumanegara (lihat: Mengejar Kepingan Dunia Lampau). Di Sumatera, para arkeolog terus berusaha meneliti berbagai situs yang diduga dahulunya menganut ajaran Tantrayana, sebuah bahan kajian yang mera

...

Berita Lainnya