Sardono: Kamera,Papua,dan Lelehan Cat

SEBUAH retrospeksi karya-karya Sardono W. Kusumo dirayakan di Singapore International Festival of Arts pada akhir Agustus lalu. Festival ini menyajikan pentas terbaru Sardono yang berkolaborasi dengan banyak penari Papua. Yang juga paling berharga dan langka adalah dipamerkannya dokumentasi yang dibuat Sardono sejak 1960-an.

Melalui film dokumenter yang dibuat Sardono dengan kamera format 8 milimeter ini, kita bisa melihat bagaimana pada 1960-an dan 1970-an Sardono berinteraksi dengan masyarakat Desa Teges, Bali, sampai Desa Bawolato, Nias. Sebuah pameran yang bisa membaca ulang sejarah pergulatan estetika Sardono yang berbeda. Sebuah pergumulan estetika yang memberi perhatian besar pada masalah ekologi dan pentingnya proses yang berkesinambungan.

Senin, 5 September 2016

SAYUP-sayup terdengar suara ombak. Tony ­Broer, aktor asal Bandung, berdiri di atas sebuah wajan besar. Wajan itu bagai sebuah perahu kecil. Tatapannya kosong. Sosoknya betul-betul ”hancur lebur”. Ia seperti antara hidup dan mati. Janggut lebatnya yang abu-abu berantakan, serabutan kotor menutupi wajah. Rambut panjangnya awut-awutan. Tangannya sesekali menengadah seraya sorot matanya memandang nanap ke atas. Mulutnya menggumamkan sesuatu, ta

...

Berita Lainnya