Sonata Musim Gugur di Korea

BUSAN pada bulan Oktober adalah bandar persinggahan sineas dunia. Puluhan sutradara muda berbagai negara dijamu untuk meraut keahlian menggunakan kamera. Sebuah festival film internasional digelar. Pantai elok Haeundae disulap menjadi teater terbuka. Gigil malam musim gugur diadu dengan program dini hari Midnight Passion, yang selalu disesaki penonton. Kota karam dalam gerumun, ”Sudah punya tiket untuk film-film besok belum?”

Resep apa yang dilakukan kota terbesar kedua di Korea Selatan itu sehingga sukses dijuluki Cannes Asia hanya dalam penyelenggaraan tahun ke-11? Wartawan Tempo Akmal Nasery Basral mengikuti festival itu, lalu memaparkan ”rahasia” yang tak tersaji pada drama-drama populer Korea seperti Winter Sonata—bentuk tayangan yang kini justru mengharu-biru layar televisi kita.

Senin, 6 November 2006

MARI bersulang untuk Ho Yuhang dan Rain Dogs!”

Gelas-gelas berdenting menyambut ajakan Daniel Yu. Sejenak kemudian giliran Yuhang yang menyambar peluang, mengajak bersulang untuk rencana pernikahan Daniel, produser Hong Kong, bulan depan. Gelas kembali beradu menyambut senyum malu Lorna Tee, kekasih Daniel. ”Sebentar, tahan dulu!” dengan gayanya yang kocak, tiba-tiba Yuhang menatap Nia Dinata. ”Mari bersulang juga untuk perfilman Indones

...

Berita Lainnya