Jejak Sang Guru di Kasongan

Berkat Sentuhan tangan Sapto Hoedojo, gerabah Kasongan tenar. Pesanan dari luar negeri mengalir deras, meski nasib perajin tak jelas.

Senin, 23 Januari 2006

Gerimis masih membalut dusun setelah semalaman hujan. Pagi itu, Ngadiyo sudah sibuk. Sambil terus menata keramik, dia berbicara. Gerabah berbentuk kepala Buddha, kuda seukuran ayam, dan guci setinggi anak baru gede ditata di dalam tobong atau tungku pembakar. ”Semua pesanan dari Eropa,” ucapnya.

Sebatang rokok lintingan terselip di sudut bibir ayah tiga anak itu. Kaki kurusnya terbalut celana pendek, dan tubuhnya yang ceking tertutup kaus l

...

Berita Lainnya