Jejak Seorang Trubadur

Leo Kristi, seniman yang biasa menaruh kaki kanannya di atas tong dalam pertunjukannya, kembali naik panggung. Ia tidak pintar berkata-kata—baik di atas panggung maupun dalam keseharian. Tapi eksplorasinya di dunia musik dan lirik telah lama menerbitkan kontroversi: sebagian orang mencibir, sebagian lainnya memujanya setengah mati.

Kritikus musik Franky Raden, dalam sebuah artikelnya, membayangkan betapa indahnya bila ia berkesempatan mendengarkan Leo menyanyi dan bermain gitar sendiri. Leo seorang yang bebas. Ada yang menyebut dialah seniman ”trubador” kita setelah Chairil Anwar. Yang terang ia banyak bertualang, dan petualangannya menjadi inspirator utama untuk musik dan puisinya.

Leo memang lama tenggelam dari dunia rekaman dan pentas. Dan ia menyimpan banyak cerita tentang pengalamannya, hidupnya yang bohemian, dan seterusnya. Tempo mewawancarainya panjang pekan lalu, dan menuliskan kembali dalam beberapa artikel untuk Anda.

Senin, 9 Mei 2005

Lihat menara mercu Tinggal siluet Tepat di balik kubah, matahari jatuh Seratus burung melayang Katia, Amanda, dan aku...

Sebuah lorong kampung di bilangan Buaran, Jakarta timur. Malam larut. Sesosok bayangan dengan gitar di punggung, melompat, menuruni trap semen. Seperti berkelebat, menyusuri tepi sebuah empang luas dengan sampah mengambang. Menuju deretan rumah petak.

Dan di depan rumah bernomor seng RT 013, RW O8, Blok B93, ia berhenti

...

Berita Lainnya