Berkaca, Bukan untuk Pesta

Tahun 2005 bergemuruh melintasi tanah Aceh. Seantero provinsi yang remuk dihumbalang gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 menggeliat bangun. Yang hilang diikhlaskan, yang retak direkatkan, yang tumbang ditegakkan. Di bawah panduan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR), disokong segenap anak negeri, berbagai organisasi nasional, internasional, serta lebih dari seratus lembaga swadaya masyarakat, Aceh bangkit perlahan. Apa yang terjadi setelah 365 hari tsunami? Bagaimana wajah kota-kota yang remuk setelah setahun lewat? Tempo menyajikan liputan khusus setahun tsunami sebagai edisi tutup tahun 2005.

Senin, 26 Desember 2005

SETAHUN lewat. Betapa tak berdayanya kita, hari itu.

Ahad pagi, ketika laut bangkit, maut menuai nyawa. Tsunami menghancurkan segalanya. Segalanya—tak terbilang. Sejarah tiba-tiba seperti padam. Kita teringat penyair Chairil Anwar, ”Kita guyah lemah. Sekali tetak tentu rebah”.

Lalu perlahan, mereka bangkit sedaya upaya. Orang-orang berbenah: jenazah dimakamkan, sampah puing reruntuhan dibenamkan, hari baru ditegakkan. Tak pernah menyera

...

Berita Lainnya