Dihantui Minyak dan Badai

Setelah dua puluh tahun nyaris tertidur, harga minyak meloncat-loncat dan melesat seperti kuda rodeo lepas kendali. Sempat berkibar di atas US$ 50 per barel, November ini harganya sedikit reda, namun tetap jauh di atas harga ketika situasi Timur Tengah paling mendidih, yakni ketika gempuran Amerika ke Irak awal tahun ini.

Kekhawatiran pun muncul: seberapa jauh kenaikan harga minyak akan memicu resesi dunia? Negara kaya yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan, setiap kenaikan harga minyak US$ 8 per barel akan menggerogoti pertumbuhan ekonomi mereka hingga 0,4 persen. Dengan kenaikan lebih tinggi dari itu, pertumbuhan ekonomi banyak negeri ada dalam posisi jalan di tempat.

Sialnya, harga minyak bukan satu-satunya ancaman ekonomi tahun depan. Badai panas El Nino tak bisa diabaikan perannya, dan juga situasi tak menentu di Irak. Bagaimana ini semua akan berpengaruh pada ekonomi Indonesia?"ikan kecil" dalam kolam besar nan keruh?

Senin, 15 November 2004

Pasar minyak menendang ekonomi dunia," kata Robert Alan Fedman, analis perusahaan sekuritas Morgan Stanley yang aktif di Bursa Efek Jakarta. Dalam jangka pendek, menurut Fedman, obat paling jitu untuk meredakan gerak naik harga minyak adalah menambah pasokan. "Sayangnya, itu tak bisa cepat dilakukan. Sejumlah negara penghasil minyak seperti Venezuela, Nigeria, dan Rusia tengah dirundung masalah politik di dalam negeri. Tingkat produksi mereka j

...

Berita Lainnya