Secarik Kertas di Saku Pak Joni

ENAM bulan berlalu sejak bah menggempur Nanggroe Aceh Darussalam. Terseok, tersengal-sengal, provinsi itu berusaha bangkit. Jalan tembus dibangun, jembatan putus dijahit.

Desa-desa miskin ditinggalkan penduduknya, pusat pengungsian riuh oleh orang yang mencari hangat dan sepiring nasi. Ada yang sudah bisa tertawa, banyak pula yang belum bisa melupakan nestapa itu.

Wartawan Tempo Arif Zulkifli dan fotografer Bernard Chaniago menyusuri kawasan yang guyah sepanjang pantai barat Aceh: dari Ibu Kota Banda Aceh hingga Singkil di perbatasan Sumatera Utara. Andari Karina Anom melengkapinya dengan sejumlah riset di Jakarta.

Hidup hanya menunda kekalahan, kata Chairil Anwar. Di Aceh, orang-orang berusaha tidak menyerah.

Senin, 27 Juni 2005

DUA bulan lamanya potongan surat kabar itu didekap Joni Adil di saku kemejanya. Berpindah dari satu baju ke baju lain, dari satu hari ke hari berikutnya. Digunting dari sebuah surat kabar nasional, kertas itu memuat pernyataan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar, "Korban Tsunami Boleh Bangun Rumah di Pantai". Ada koyak pada garis lipatan kertas yang tak lagi berwarna putih itu.

Joni, 64 tahun, mempercayai wart

...

Berita Lainnya