Ketika Soekarno pidato berapi-api memperkenalkan Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis), produk barunya, saya sebagai mahasiswa langsung tak setuju. Tak masuk akal saya: koeksistensi damai antara agama dan komunis dapat berjalan langgeng. Itulah sebabnya ketika muncul tokoh ''Soeharto'' yang kerakyatan, bukan Bapak Nasakom, bangsa Indonesia yang dimotori mahasiswa dan ABRI serentak mendukung. Terbukti pilihan itu tepat. Ketika Megawati mencalonkan diri m...