Si pincang, si penangis
Sabtu, 30 November 1985
BUKAN kematian benar menusuk kalbu, kata Chairil. Tapi entah kenapa sering benar saya ketemu orang macam itu: menangisi sesuatu yang baginya telah mati. Misalnya lelaki setengah baya ini: di stasiun bawah tanah yang pengap, larut malam. Ia minta sebatang rokok, saya lintingkan satu ler tembakau Javaanse Jongens, dan ia hisap ke kedalaman lorong sukmanya. Kemudian jelas ia tak memerlukan rokok ia sekadar ingin kawan Lewat satu dua...