Menghargai bahasa sendiri

Indonesia tidak menginginkan fanastisme penggunaan bahasa secara kaku, dimana bahasa benar-benar menjadi tuan rumah. tetapi menggunakan secara benar, misalnya iklan undangan dalam bahasa indonesia.

Sabtu, 6 April 1991

Setelah membaca tulisan "Serasa di Hong Kong" (TEMPO, 16 Februari 1991, Nasional) saya merasa lega karena saya tidak sendirian menjadi asing di negeri sendiri. Saya pernah menulis hal serupa di Kontak Pembaca TEMPO pada beberapa bulan yang lalu. Tentu saja bukan itu yang membuat Bapak-Bapak di DPR DKI mulai memperhatikan kerancuan ini. Namun, sayangnya, ada kalangan pengusaha yang merasa kurang sreg dengan gagasan ini. Ada beberapa alasa...

Berita Lainnya