Kiai slamet pergi, gajah berbelang
Sabtu, 8 Februari 1992
Karena sulitnya hubungan antara ibu kota kabupaten dan ibu kota kecamatan tempat saya bekerja, saya jarang bisa membaca TEMPO. Padahal, sebelum saya pindah ke sini, TEMPO adalah konsumsi saya kedua setelah pangan. Nah, setelah saya membaca TEMPO 18 Januari 1992, ada hal penting yang ingin saya sampaikan, yakni soal kebahasaan. Setahu saya, TEMPO demikian gigihnya berusaha menyajikan berita dengan bahasa yang "baik dan benar". Tapi, begitu ...