Praktek Ilegal Upah Pungut

DUA bulan setelah memimpin Departemen Dalam Negeri pada 2001, Hari Sabarno "menemukan" sumber dana penting: bagian pemerintah pusat dari penarikan pajak kendaraan bermotor di pelbagai daerah. Jumlahnya sungguh "lumayan", sekitar Rp 40 miliar per tahun. Tapi, menurut aturan, duit itu hanya bisa dipakai buat kepentingan pemungutan pajak-karena itu kemudian disebut "upah pungut".

Padahal Hari sedang menghadapi persoalan pelik. Anggaran operasional seret, sementara kegiatan bejibun. Hari pun menggelar rapat dengan bawahannya. Hasilnya sebuah peraturan menteri. Aturan baru ini memungkinkan pemakaian duit upah pungut buat kepentingan di luar penarikan pajak. Maka bendungan itu pun jebol: duit mengalir ke aneka keperluan, dari ulang tahun istri menteri sampai sewa gedung pernikahan.

Dari kuitansi bukti rupa-rupa pengeluaran yang diperoleh Tempo, keluarlah Rp 255,9 miliar pada periode 2001-2008. Badan Pemeriksa Keuangan menyimpulkan aliran dana itu ilegal. Juli lalu, Indonesia Corruption Watch melaporkan soal ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Siapa saja aktor di balik praktek ilegal ini?

Senin, 26 Oktober 2009

20 September 2001.

MENTERI Hari Sabarno memanggil empat bawahannya ke ruang kerja di lantai dua gedung Departemen Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Mereka adalah Direktur Jenderal Otonomi Daerah Sudarsono Hardjosoekarto, Inspektur Jenderal Sinyo Harry Sarundajang, Sekretaris Jenderal Siti Nurbaya, dan Sekretaris Direktur Jenderal Otonomi Triyuni Soemartono.

Agendanya membahas dana upah pungut pajak. Ini adalah duit yang disisi

...

Berita Lainnya