Kisah Gubernur yang Dikucilkan

Pemerintah daerah Jakarta memberikan sedikit bantuan renovasi rumah almarhum Henk Ngantung (1921-1991). Rumah gubernur kedua Jakarta di kawasan Cawang, Jakarta Timur, itu setahun lalu masih bobrok. Setelah terlempar dari kursi gubernur, hidup Henk mengenaskan. Tinggal di gang sempit, hampir buta total, dan dikucilkan dari pergaulan karena dianggap tersangkut peristiwa 1965.

Henk Ngantung diangkat oleh Sukarno sebagai gubernur pada 1964 karena dianggap mampu menata Jakarta secara indah. Henk salah satu anggota Persatuan Ahli Gambar Indonesia, yang didirikan S. Sudjojono dan Agus Djajasuminta. Ia dikenal sebagai juru sketsa yang selalu hadir dalam momen bersejarah perundingan Indonesia-Belanda.

Jabatan Henk sebagai gubernur sangat singkat, hanya sekitar setahun. Ikuti kenangan bagaimana sengsaranya kehidupan Henk setelah tahun 1965 itu dari janda Henk. Juga ulasan Tempo mengenai lukisan Memanah, karya legendaris Henk yang oleh Sukarno—menurut banyak orang—dianggap sebagai "azimat" Proklamasi. Selain itu, sketsa-sketsa Linggarjati yang langka karena dibubuhi tanda tangan langsung oleh para peserta perundingan.

Senin, 3 Februari 2014

Ruangan ini dulu merupakan studio lukis Pak Henk Ngantung," siang itu Hetty Eveline Mamesah, 74 tahun, janda mendiang Henk Ngantung, ramah menyambut. "Setelah Pak Henk meninggal, bekas studio ini kami jadikan tempat tinggal."

Rumah Gubernur DKI Jakarta di era Sukarno itu berada di ujung Gang Jambu, sebuah gang sempit di perkampungan padat penduduk di bilangan Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Bagian belakang rumah tersebut masih menyisakan

...

Berita Lainnya