Energi Anarki

Komunitas Punk, yang lahir di London, Inggris, pada 1970-an, telah memunculkan sub-budaya di sejumlah kota di berbagai negara, termasuk Indonesia. Gerakan anak muda yang dipelopori kelas pekerja itu merebak di kota-kota besar di Tanah Air, terutama Bandung dan Jakarta, sejak akhir 1980-an atau awal 1990-an. Awam mengenal komunitas ini hanya sebatas penampilan mereka: rambut seperti kipas, bertato, bertindik, dan mengenakan jins belel serta sepatu bot.

Mereka memang tampil beda, hingga terkesan berandalan. Kesalahan dalam memahami mereka inilah yang membuat sejumlah punker ditangkap dan "dibina" di Aceh pada Desember lalu. Padahal semangat independen atawa indie, berdikari, dan antikemapanan yang digenggam merekalah yang membuat komunitas ini berbeda. Dalam perjalanannya, semangat ini kemudian melahirkan kegiatan-kegiatan kreatif di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan.

Tempo mencoba merekam sepak terjang komunitas yang menjadikan anarkisme (bukan kekacauan, tapi menolak tunduk kepada sistem) sebagai ideologi ini.

Senin, 13 Februari 2012

Pemuda bertato itu sibuk dengan mesin jahit dan sulaman. Meski terkantuk-kantuk, tangan kekarnya tetap berfokus memutar roda mesin berulang kali. Sesekali ia mengisap asap tembakau dan menyeruput secangkir kopi yang masih mengepul. Seharian ia nyaris tidak beranjak, asyik memainkan pedal kaki mesin jahit seorang diri. "Ada banyak pesanan kaus mini untuk aksesori di mobil," kata Indra Pratama Lukiansyah, nama pemuda itu, kepada Tempo pada pengujung

...

Berita Lainnya