New Orleans, Sebuah Cerita

Kultur bagi New Orleans adalah sebuah adonan. Ada musik yang mengisi parade dan menjadi pengantar tarian. Lalu parade yang menjadi bagian dari denyut kota: bergerak dari pesta ke pesta, perayaan ulang tahun, pemakaman, menyusuri jalanan, permukiman, berhenti untuk meneguk minuman atau menyantap hidangan khas di bar-bar. Inilah ”bayi” yang dilahirkan dan terus dipelihara oleh kelompok paling miskin—kaum keturunan Afrika-Amerika—di sana.

Pada akhir September lalu, di awal musim gugur yang gerah, wartawan Tempo Philipus Parera mengunjungi kota di tepian Sungai Mississippi ini. Setelah Badai Katrina tiga tahun lalu, kota itu sempat jadi ”kota mati”. Kini jantung kota jazz ini kembali berdetak. Berikut catatan Philipus tentang kota itu.

Senin, 10 November 2008

There is a house in New Orleans
They call the Rising Sun
And it’s been the ruin of many a poor boy
And God I know I’m one

(House of the Rising Sun)

"KATRINA—You Bitch”. Umpatan ini tertulis dengan huruf besar pada T-shirt yang dikenakan seorang pengunjung Bourbon Street, New Orleans, Louisiana. Dia mengenakan kalung dari rangkaian manik-manik khas kota itu, menenteng sebuah gitar Gibson lusuh tanpa sarung.

Sore itu, akhir Septemb

...

Berita Lainnya