Surat Izin Hambat Pengembangan Air Bersih

Bapennas dan Kementerian PUPR mengakui SIPA merupakan pekerjaan rumah pemerintah pusat yang harus diatasi  #InfoTempo

Iklan

Sabtu, 4 Juni 2022

Ragam masalah terkait Surat izin Pengambilan Air Tanah (SIPA) disinyalir menjadi biang kerok terhambatnya pengembangan air bersih, terutama di wilayah DKI Jakarta. Padahal, Indonesia menargetkan 100 persen masyarakat mendapatkan akses air minum layak dan 30 persen rumah tangga mempunyai akses ke perpipaan di tahun 2030.

“DKI musti cari akal, lalu DKI meminta izin untuk bisa membangun Pesanggrahan. Ada Kali Pesanggrahan, tanah sudah ada, air cukup bagus, dapet. Setelah 4 tahun, lalu dapat SIPA. Tetapi kemudian SIPA itu harus diulang prosesnya karena ada lagi persyaratan baru yaitu penyimpanan air baku (intake) harus diubah lokasinya,” kata Mantan Dirut PAM Jaya Erlan Hidayat saat menjadi salah satu pembicara dalam Tempo Sustainability Dialogue Water Series dengan tema “Kapan Sumber Air bersih di Jakarta Bisa Diandalkan?,” Rabu 8 Juni 2022.

Masalah SIPA berlanjut ke wilayah Pejaten, Pasar Minggu. Belakangan Sungai Ciliwung airnya cukup bagus, debitnya lumayan. Namun, hingga hari ini izin pengambilan air tanah belum keluar.

Menurut Erlan, sebelumnya Kementerian PUPR merencanakan akan membangun Buaran I dan Buaran II. “Kemudian tanah Buaran III sudah dibeli dan disiapkan. Bertahun-tahun berusaha mendapatkan SIPA untuk tanah Buaran III,” ujarnya.

Dia mengakui pengurusan SIPA sangat sulit. “Padahal air harus diolah dan jaringannya musti dibangun. Pertanyaannya apakah benar menargetkan 2030 sebagai target kalau speed kinerja kita seperti ini. Ini yang perlu dicermati sama-sama. Ini permasalahan air di DKI Jakarta, belum lagi masalah lainnya,” kata Erlan.

Direktur Perumahan dan Pemukiman Bappenas Tri Dewi Virgiyanti menuturkan permasalahan SIPA menjadi pekerjaan rumah pemerintah pusat. Menurut dia pemerintah daerah berperan dalam pengembangan air bersih. “Peran pemerintah daerah dan PDAM yang kuat yang mendorong ini semua terwujud. Pusat lebih banyak memfasilitasi termasuk sumber air baku yang baru,” tuturnya.

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan, pendekatan izin pengambilan air tanah harus diubah. “Yang tidak bisa harus pindah dan masih berproses. Ini bagian dari komitmen yang dibangun yang menjadi kesepakatan,” kata dia.

Kementerian PUPR, lanjut dia, menyediakan air baku. “Kalau disampaikan bahwa proses sebelumnya membutuhkan waktu yang lama, Alhamdulillah sekarang sudah netes. Jati luhur tinggal financial close. Jadi tinggal ngebut proses pelaksanaan.”

Namun, Herry mengingatkan, upaya pemerintah membantu dari sisi hulu harus bisa disambut di hilir. Dia tidak ingin kasus terus berulang. Di banyak kasus pemerintah berhasil menyediakan air di hulu, tetapi banyak yang tidak bisa menikmati karena sambungan ke rumahnya belum bisa. “Di sinilah peran PDAM dan Pemprov untuk mempercepat sambungan dari hulu ke hilir,” ujar dia.

Direktur Pelayanan PAM Jaya Syahrul Hasan mengatakan berusaha optimal menambah supply air minum ke Jakarta. Namun, menurutnya dibutuhkan support dari beberapa pihak.

Menurut dia, pengelolaan air dari tangan mitra swasta PT Aetra dan Palyja akan berakhir pada 2023. Nantinya operasional dan pelayanan sepenuhnya ada di PAM Jaya. “Hak pengelolaan air harus dikembalikan kepada PAM Jaya. Mudah-mudahan dengan begitu kami bisa melakukan percepatan bisnis, semua target menjadi keniscayaan dengan support banyak pihak.” (*)

Berita Lainnya