Sepakat Pemerataan Pemulihan Ekonomi Global

Pertemuan pertama TIIWG membahas tentang industri dengan tiga isu prioritas. Untuk kali pertama diangkat dalam sejarah G20.

 

 

Iklan

Sabtu, 26 Maret 2022

Pertemuan pertama Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) dalam agenda Presidensi G20 Indonesia berlangsung di Solo pada 30-31 Maret 2022. Di hari kedua, tercapai kesepakatan pentingnya keselarasan kebijakan perdagangan, investasi, dan industri untuk mencapai sustainable development goals (SDGs) 2030. 

Selain itu, untuk kali pertama dalam sejarah G20, working group membahas isu industri. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, berharap isu industri terus menjadi pembahasan khusus untuk negara pemegang Presidensi G20 berikutnya. 

Ada tiga isu yang dibahas dari enam isu prioritas, yakni The Role of Multilateral Trading System to Strengthen the Achievement of SDGs, Digital Trade and Sustainable Global Value Chains (GVCs), serta Sustainable and Inclusive Industrialization via Industry 4.0.

Untuk isu pertama: The Role of Multilateral Trading System to Strengthen the Achievement of SDGs, kesimpulan dari pembahasan tersebut disampaikan oleh Chair of TIIWG, Djatmiko Bris Witjaksono, yang juga menjabat Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan. Menurutnya, para anggota sepakat bahwa sistem perdagangan multilateral harus mampu merespons dinamika situasi ekonomi global, termasuk terhadap dampak pandemi untuk saat ini maupun akan datang , sehingga dapat menjadi katalis dalam pencapaian target SDGs.

TIIWG juga mendorong perbaikan sistem perdagangan multilateral dengan membentuk sistem yang lebih baik bagi negara maju maupun berkembang. Sehingga, keuntungan perdagangan dapat dirasakan semua negara. “Sistem perdagangan multilateral harus mampu memberikan akses kepada UMKM dan mendukung agenda pengentasan kemiskinan untuk mencapai SDGs,” ujar Djatmiko.

Pada isu kedua: Digital Trade and Sustainable Global Value Chains (GVCs),  disimpulkan bahwa semua negara memiliki pandangan yang sama mengenai peran penting perdagangan digital serta transformasi digital dalam memperkuat GVCs. Negara-negara juga perlu meningkatkan kerja sama global, memperkuat infrastruktur digital, dan membangun kerangka hukum digital, keamanan digital, serta literasi digital.

“Penguatan integrasi UMKM serta peran perempuan dalam GVCs juga merupakan keharusan untuk menuju pembangunan ekonomi, menjembatani kesenjangan digital, meningkatkan akses finansial, dan meningkatkan fasilitasi perdagangan digital,” kata Djatmiko.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, Eko S.A. Cahyanto, yang juga menjadi Co-Chair TIIWG, menambahkan bahwa muncul pandangan mengenai peran industri untuk membantu peningkatan produktivitas. “Kapasitas untuk mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi tinggi adalah persyaratan utama dalam penerapan industri 4.0. Hal ini juga membutuhkan transfer teknologi dan investasi infrastruktur digital,” ujarnya menyampaikan pandangan tersebut. 

Sedangkan kesimpulan untuk isu ketiga, negara anggota G20 direkomendasikan untuk menjembatani kesenjangan digital melalui skilling, reskilling, dan upskilling, serta mendorong kesetaraan pada aspek digital. “Pembangunan dan implementasi industri 4.0 harus inklusif dan memastikan tidak ada yang tertinggal, dan semua ekonomi memperoleh manfaat dari pembangunannya,” ucap Eko.

Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM sekaligus Co-Chair TIIWG, Riyatno, menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengapresiasi seluruh delegasi yang telah berpartisipasi dengan aktif dalam pertemuan pertama ini. “Terutama dukungan terhadap prioritas-prioritas yang kami sampaikan di tahun ini,” ujarnya. Adapun pertemuan TIIWG selanjutnya akan berlangsung pada Juni 2022 dengan membahas tiga isu prioritas lainnya. (*)

Berita Lainnya