Inisiatif Dorong Transisi Energi

Pertamina mengerjakan proyek hijau melalui anak usaha dan kerja sama bersama konsorsium dengan BUMN lain.

Tempo

Sabtu, 23 Oktober 2021

PT Pertamina (Persero) dengan sejarah panjang sebagai perusahaan yang diampu bahan bakar fosil tengah melakukan transisi besar-besaran. Melalui  Pertamina Power Indonesia sebagai subholding Power & NRE (PNRE), korporasi ini terus menggenjot transisi energi guna memenuhi target porsi energi baru dan terbarukan (EBT) pada bauran energi nasional sebesar 23 persen pada 2025.

“Implementasinya, Pertamina akan terkena dampak dari penurunan tingkat konsumsi energi fosil yang switching ke energi terbarukan. Tapi tidak jadi hambatan, justru opportunity bisnis kami,” ujar Corporate Secretary PNRE, Dicky Septriadi, dalam Tempo Energy Day 2021 yang mengupas tajuk “Realisasi Energi Baru dan Terbarukan” pada Kamis, 21 Oktober.

Persiapan alih energi tersebut telah dimulai dengan restrukturasi Pertamina Group yang membagi ke sejumlah subholding. PNRE, kata Dicky, difokuskan pada energi baru dan terbarukan.

Salah satu proyek hijau yang telah dijalankan yakni pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan kapasitas eksisting saat ini mencapai 672 megawatt. “Geothermal potensinya di Indonesia sekitar 24 gigawatt tapi baru terealisasi 2 gigawatt. Ke depan, panas bumi akan dikembangkan lebih advance dengan kolaborasi semua pihak, mulai dari pemerintah di sisi regulator, kerja sama dengan PLN dan stakeholders lainnya untuk mengoptimalkan panas bumi,” tutur Dicky.

Dicky Septriadi (kanan), Corporate Secretary Pertamina Power Indonesia

Proyek lainnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Badak berkapasitas 4 megawatt dan Pembangkit Listrik Tenaga Bio Gas (PLTBg) Sei Mangkei sebesar 2,4 megawatt hasil kerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara III.

Inisiatif berikutnya, sebut Dicky, yakni pengembangan electric vehicle battery (EV battery) dengan bergabung ke dalam konsorsium Indonesia Baterry Corporation (IBC) bersama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pertamina akan berperan untuk manufaktur produk hilir meliputi pembuatan sel baterai, battery pack, serta Energy Storage System.

“Langkah lanjut transisi dari bahan bakar fosil ke energi hijau, kita juga ada green refinery,” kata Dicky dengan memberi contoh project green refinery di Plaju yang sudah mulai berjalan pengerjaannya. Selain itu yang saat ini sedang dikembangkan adalah Green Diesel dan Green Avtur di Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Energi hijau yang dihasilkan berbahan dasar minyak kelapa sawit.

Dicky mengakui, dengan berbagai upaya transisi energi yang telah dilakukan, Pertamina terus berupaya optimal untuk memakai seluruh potensi energi baru terbarukan dengan segala tantangan yang ada. “Masih besar tantangannya, salah satunya karena penggunaan fossil fuel di masyarakat kita masih tinggi,” ucapnya.

Ada pula tantangan di sisi regulasi yang belum bisa sepenuhnya mengakomodir kepentingan energi  hijau saat ini. “Challenging dari sisi regulasi yang masih dinamis. Semoga nanti (di regulasi baru) akan ada penentuan tarif yang seharusnya menjadi win-win solution bagi semua. Itu yang kita harapkan ke depan dapat mendukung industri hijau lebih cepat,” katanya.

Dicky menegaskan, implementasi energi baru terbarukan apalagi dibebani target pengurangan emisi karbon hanya dapat terealisasi sempurna jika semua pihak mau bekerja sama, berkolaborasi. Pemerintah, pelaku usaha, bahkan masyarakat menjadi kunci terwujudnya energi hijau. “Proses energi bersih tidak akan terjadi 100 persen tanpa gaya hidup masyarakat yang harus di-encourage untuk berubah juga,” ujarnya.

Berita Lainnya