Huesca

Senin, 29 Agustus 2016

Sejak 1948, puisi itu selalu menggetarkan. Kita, di Indonesia, akan mengenangnya—meskipun dari sebuah terjemahan—sebagai bagian dari pukau yang bernama Chairil Anwar.

Jiwa di dunia yang hilang jiwa
Jiwa sayang, kenangan padamu
Adalah derita di sisiku
Bayangan yang bikin tinjauan beku

Chairil telah menunjukkan, menerjemahkan, khususnya puisi, bukanlah mengikuti sesuatu yang sudah ada, melainkan mencipta. Ia melintasi asal-usul. Dalam bentuk as

...

Berita Lainnya