ABDULLAH, nelayan Telong-elong, Jerowaru, Lombok Timur, hanya bisa pasrah melihat budidaya lobsternya tersendat karena sulit mendapatkan pasokan benih lobster dengan harga terjangkau. Ditemui Tempo pada Desember 2020 lalu, Abdullah mengatakan dampak pembukaan ekspor benur oleh Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Edhy Prabowo, merugikan nelayan pembudidaya benur.
“Bibit ke kita tidak ada yang masuk. Bibit susah, jadi di jaring itu tidak ada bibitnya,” ujar Abdullah. Tidak adanya bibit membuat nelayan tidak lagi membudidayakan lobster. “Ini jaring-jaring terangkat kosong. Tidak ada bibit. Kalaupun ada bibit, harga masih tinggi."
Setelah Edhy Prabowo ditangkap dan ekspor benur dihentikan sementara, nasib nelayan pembudidaya masih tak menentu karena harga benur di lapangan masih cukup tinggi. Tempo menelusuri pemasok benur di Nusa Tenggara Barat. Kami bertemu dengan salah satu pengepul benur yang juga pembudidaya lobster, yang menjadi penyelundup benur asal Sumbawa ke Vietnam lewat perantara pengusaha di Jakarta.
Kepada Tempo, mereka menunjukan aktivitas di gudang pengepulan benur yang akan dikirim ke Lombok. “Daripada dibudidaya lebih baik dijual saat beningnya karena harga lebih mahal,” kata pengepul ini.
Para pelaku ini mengaku terjun ke bisnis penyelundupan benur karena tergiur harga benur yang tinggi setelah ekspor benur dibuka pemerintah. “Jadi keran ekspor benur dibuka membuat semakin banyak penyelundup,” dia menambahkan.
Simak video lengkapnya.
Ekspor Benur