Tiga Kudeta dan Lain-lain
Bagi seniman muda Patriot Mukmin, politisasi penulisan sejarah nasional Indonesia tidak hanya menawarkan kebingungan, tapi juga sarat ironi. Sejak duduk di sekolah dasar, pria 28 tahun ini mengagumi kepahlawanan Presiden Soeharto hingga kemudian peristiwa Reformasi 1998 meletus. Keadaan pun berbalik. Khalayak ramai-ramai menghujat dan bernafsu mengadilinya. Patriot cilik ketika itu tak habis pikir. Ia bertanya-tanya kenapa seorang tokoh besar sep
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini