Terapit di antara aliran Sungai Tigris dan Eufrat, Bagdad merekam sejarah selama hampir 13 abad. Inilah ibu kota Irak, negeri yang sohor dengan dongeng seribu satu malam. Wartawan TEMPO Rommy Fibri tiga kali memasuki kota itu: pada Maret hingga pertengahan April 2003, Desember tahun yang sama, dan pada Juni silam, menjelang penyerahan kedaulatan. Dan TEMPO menemukan, betapa perang dan konflik bersenjata yang berkepanjangan telah mengubah wajah Bagdad yang ramah menjadi kota yang murung, boyak-boyak, serta penuh amarah dan curiga kepada orang asing. Berikut ini laporannya.
Kerumunan manusia di depan kedai itu kian ramai di pengujung petang hari. Anak-anak muda, dalam baju gamis yang melambai-lambai, terlibat tawar-menawar seru dengan seorang pedagang minyak wangi dan sajadah. Ada yang berminat serius, ada yang bolak-balik mematut barang kendati kantong tak mampu. Di lapak sebelah, satu tengkulak VCD bajakan menawarkan dagangan dengan teriakan, mengatasi bunyi hiruk-pikuk kaki lima di kawasan perbelanjaan Saado
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.