Di usia 33 tahun, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) nyaris gulung tikar. Penyandang dana asing satu per satu mengundurkan diri, karyawan minta berhenti, dan cabang-cabang di daerah hampir tutup.
Padahal lembaga ini pernah disebut sebagai lokomotifnya demokrasi Indonesia. Mereka, dalam berbagai kasus hukum, dengan gagah pernah melawan rezim Orde Baru. Bahkan, di tahun pertama berdirinya, badan ini pernah beperkara dengan Pemerintah DKI Jakarta, institusi yang justru melahirkan dan memberi dana kepada YLBHI. Kini, semuanya jadi nostalgia. Para pengurus YLBHI kini berjuang keras agar tak menjadi kerakap: lokomotif demokrasi yang hidup segan, mati tak mau.
"Dari sini para pembela dan pemikir bantuan hukum akan berjuang dengan jujur ikhlas dan tanpa pamrih.... tidak saja membela perkara-perkara yang menyangkut kepentingan rakyat, tapi juga ikut merombak tatanan yang menyebabkan mereka terus-menerus terbelakang, miskin, dan terlupakan…."
Di dekat batu hitam tempat kalimat heroik itu ditatahkan, Sarmani terduduk. Suatu hari awal musim hujan 2003 di depan pintu utama kantor Yayasan Lembaga Ba...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.