maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Tata Kelola Buruk Kereta

Keruwetan mengelola KRL Jabodetabek. Pemerintah mesti menganalisis biaya dan manfaat yang menguntungkan.

arsip tempo : 171172638377.

Tata Kelola Buruk Kereta. tempo : 171172638377.

SATIRE kalau bisa dibuat rumit buat apa dibikin mudah agaknya pas menggambarkan penyediaan layanan transportasi kereta. Alih-alih segera menyediakan gerbong-gerbong kereta listrik untuk melayani penumpang yang terus bertambah, pemerintah sibuk dengan urusan mengaturnya. Walhasil, impor kereta bekas dari Jepang tak kunjung terlaksana, penyediaan gerbong oleh industri dalam negeri jauh panggang dari api.

Syahdan, untuk melayani para komuter Jakarta dan kota-kota aglomerasi sebanyak 1,2 juta orang per hari, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) membutuhkan 29 gerbong baru karena gerbong lama sudah uzur. Cara cepat mendapatkan gerbong-gerbong itu adalah mengimpor gerbong bekas dari Jepang—seperti yang sepuluh tahun terakhir dilakukan pemerintah.

Masalahnya, meski berupa hibah, dibutuhkan ongkos kirim Rp 1 miliar per gerbong untuk mendatangkannya. Tapi, karena ingin menggairahkan industri kereta dalam negeri, Kementerian Perdagangan tak mengizinkan impor itu. Ada kewajiban PT KCI membeli gerbong baru dari PT Industri Kereta Api (Inka). Biaya untuk membuat 16 set kereta listrik Rp 4 triliun.

Seharusnya sampai di sini asas supply dan demand itu terpenuhi. Ada permintaan, ada penyedianya. Tapi nyatanya tak sesederhana itu. Gerbong PT Inka baru tersedia pada 2025. Demi harga diri bangsa dan mendorong kemajuan industri dalam negeri, pemerintah memerintahkan PT KCI melakukan retrofit atau kanibal komponen gerbong bekas Jepang. Sialnya, PT Inka sulit mendapatkan komponen gerbong-gerbong tua itu.

Masalah sederhana penyediaan kereta jadi riweuh tak karu-karuan karena keinginan-keinginan pemerintah tak relevan dengan kebutuhan faktual. Jika gerbong-gerbong uzur itu tetap berjalan di rel Jabodetabek, pemerintah mempertaruhkan keselamatan banyak orang. Keterlambatan mendatangkan 29 gerbong itu juga berpotensi menyebabkan penumpukan 200 ribu penumpang per hari.

Angka-angka itu tidak remeh. Pengguna KRL Jabodetabek umumnya pekerja kantor, jasa, dan industri yang menggerakkan ekonomi Ibu Kota dan sekitarnya. Sejak dibereskan Ignasius Jonan, saat menjadi Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia pada 2009, kereta Jabodetabek berubah menjadi sarana transportasi yang nyaman untuk pulang-pergi kerja. Jika KRL kembali tak nyaman akibat kekurangan gerbong, ekonomi akan terganggu.

Para komuter akan beralih ke sarana transportasi lain, entah kendaraan pribadi entah kendaraan umum berbasis jalan raya. Kita tahu, panjang jalan Jakarta tak cukup menampung kendaraan pada hari sibuk. Dengan 47,5 juta perjalanan per hari, kemacetan tak terhindarkan. Kementerian Perhubungan menghitung kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai Rp 67 triliun setahun.


Baca liputannya:

Maka, ketimbang mempersulit urusan yang mudah tentang mendatangkan gerbong kereta Jabodetabek, pemerintah mesti membuat kebijakan yang cepat tapi tak keliru. Ihwal pengutamaan industri dalam negeri bisa seiring sejalan dengan kesiapan industri kereta api itu sendiri. Supply dan demand gerbong kereta itu sangat sederhana karena konsumen dan produsennya tunggal, sama-sama perusahaan negara.

Membeli kereta dalam negeri yang mahal akan berdampak pada keuangan PT KCI. Adapun mendatangkan kereta bekas membuka peluang korupsi biaya kirim seperti terjadi pada 2006. Daripada keduanya macet dan mandek, yang berujung pada kerugian konsumen, pemerintah mesti menimbang mana yang kerugiannya paling kecil. Impor kereta bekas Jepang, jika lebih menguntungkan, sebaiknya menjadi opsi utama.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 24 Maret 2024

  • 17 Maret 2024

  • 10 Maret 2024

  • 3 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan