maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Lanskap Politik Vonis Eliezer

Vonis ringan Richard Eliezer harapan bagi pelindungan terhadap kolaborator keadilan. Didukung tekanan publik.

arsip tempo : 171171697314.

Ilustrasi Tempo/Kendra H. Paramita. tempo : 171171697314.

VONIS delapan belas bulan penjara bagi Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu merupakan preseden baik bagi pelindungan justice collaborator dalam mengungkap kejahatan. Dengan status kolaborator itu, Richard mendapat vonis paling ringan dibanding empat terdakwa lain pelaku pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa perkara itu menilai pengakuan Richard merupakan kunci pengungkapan pembunuhan Yosua pada 8 Juli 2022. Berkat pengakuan Richard, polisi tak termakan rekayasa Inspektur Jenderal Ferdy Sambo yang ingin mengesankan pembunuhan itu sebagai tembak-menembak antar-ajudan.

Surat edaran Mahkamah Agung kepada semua pengadilan pada 10 Agustus 2011 mendefinisikan justice collaborator sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap kejahatan. Dalam sejarah peradilan Indonesia, nasib justice collaborator pernah tak jelas. Vincentius Amin Sutanto, misalnya, dihukum 11 tahun bui meski berstatus justice collaborator penggelapan pajak Rp 1,3 triliun oleh Asian Agri pada 2008. Perbedaan hukuman bagi justice collaborator terjadi karena ketidakjelasan norma, misalnya ketentuan, syarat, dan vonis maksimal.

Richard Eliezer memang pelaku utama pembunuhan, tapi ia bukan dalang. Meski Richard menjadi eksekutor, hakim menilai pencabut nyawa Yosua adalah Ferdy Sambo karena meletuskan tembakan terakhir di kepala Yosua. Richard adalah korban yang tak berkutik di bawah tekanan Ferdy Sambo, atasannya, dan para ajudan yang lain. Di antara pengawal Sambo yang diminta mengeksekusi Yosua, Richard paling junior dengan pangkat paling rendah.

Sempat ragu-ragu di awal kasus, Richard belakangan bersedia mengungkap kejadian sesungguhnya. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berperan dalam mengubah sikap Richard ini. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban memberi jaminan bagi pengungkap kejahatan untuk mendapat proteksi. Undang-undang itu bahkan memberikan kesempatan bagi pengungkap kejahatan untuk mengubah identitas diri agar tak dapat dikenali.

Tekanan publik agar hakim tak menutup mata pada fakta-fakta persidangan mendorong vonis ringan bagi Richard. Mendapat sorotan orang ramai—lewat liputan media massa yang masif dan terus-menerus—hakim mendapat keberanian untuk tak melenceng dari buhul keadilan. 

Upaya menekan hakim Wahyu Iman Santoso bukan tak pernah dilakukan: video percakapan Wahyu dengan seseorang saat membicarakan kasus Ferdy Sambo beredar di media sosial. Anjing menggonggong kafilah berlalu: hakim Wahyu tak terpengaruh. Patut pula dicatat: peran keluarga dan pengacara Yosua serta Richard tak kecil dalam pengungkapan kasus. Mereka seolah-olah menjadi lampu yang terus menyorot sehingga kasus ini tak lesap dalam gelap.

Faksi di Kepolisian RI adalah faktor lain yang membuat Richard mendapat keadilan. Kita tahu hampir 100 polisi terlibat dalam skenario membelokkan pengungkapan kasus. Sebagai Kepala Divisi Profesi dan Keamanan, Ferdy Sambo memiliki wewenang besar memaksa anak buah dan sejawatnya mengikuti skenario jahat yang ia siapkan. Tapi tekanan sejumlah jenderal kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar Ferdy Sambo dicopot dari jabatannya membuyarkan rencana Sambo. Kehilangan jabatan lalu diberhentikan dari Kepolisian, Sambo bagai wayang kehilangan capit.

Berada dalam sorotan publik, tekanan sejawat, dan perintah Presiden Joko Widodo untuk mengungkap kasus ini, Jenderal Sigit tak punya pilihan selain berjalan lurus. Pesimisme sebagian orang bahwa Sigit akan mengikuti skenario Ferdy Sambo—tersebab utang budi atau motif lain—tak terbukti. Di lain pihak, serangan balik Sambo—dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki—justru membuka boroknya sendiri. 


Artikel:


Terungkapnya pengakuan Ismail Bolong, perwira polisi yang menjadi penambang ilegal batu bara di Kalimantan, justru mengungkap sepak terjang Ferdy Sambo dalam mengintervensi pengusutan kasus tambang di sana. Kasus Sambo telah membuka kotak pandora: praktik suap judi dan adanya Satuan Tugas Khusus, “kerajaan” dalam lembaga kepolisian.

Dengan kata lain, vonis ringan kepada Richard merupakan resultante dari banyak faktor—fenomena yang patut disyukuri sekaligus disesali. Vonis itu memperkuat posisi para kolaborator keadilan; tapi tanpa lanskap politik yang mendukung, nasib Richard boleh jadi akan sama dengan kolaborator sebelumnya: mendapat hukuman berat dan membusuk di balik terali besi.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 24 Maret 2024

  • 17 Maret 2024

  • 10 Maret 2024

  • 3 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan