Indonesia LAB, Frankfurt, dan Tari Kontemporer Kita
Senin, 19 Oktober 2015

TUJUH pasang kaki penari remaja Jailolo itu berderap. Berlompatan bagaikan pegas. Hampir satu setengah jam. Mereka bergerak membentuk berbagai formasi. Seperti kelompok ikan di dasar laut, seorang menyisih dari kelompok, memecah, menyebar, mengumpul lagi. Semua dilakukan dengan kaki-kaki yang terus-menerus bouncing, bergetar. Stamina mereka luar biasa. Peluh bercucuran.
Selama dua malam berturut-turut, Cry Jailolo karya Eko Supriyanto mengundang
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini