maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Penggila Indonesia yang Dihujat dan Dipuja

DIA orang Minang yang terpesona pada Jawa dan kebesaran Majapahit. Ia mempelajari kebudayaan Jawa dan menguasai bahasa Sanskerta. Ia mendambakan Indonesia yang lebih besar daripada kerajaan-kerajaan Nusantara. Ia menggagas wilayah Indonesia hingga Semenanjung Malaya, Kalimantan Utara, Timor Portugis, Irian, dan Papua Nugini. Ia memimpikan persatuan Indonesia lebih dari yang pernah dibayangkan Hatta atau Sjahrir.

Muhammad Yamin mungkin lahir pada era ketika Indonesia hanya punya dua pilihan: bersatu atau porak-poranda sama sekali. Karena itu, ia menciptakan ikon: Gajah Mada, mahapatih yang pernah bersumpah untuk menyatukan Nusantara.

Lebih dari sekadar memetik gagasan panglima perang Majapahit itu, Yamin merasa perlu mencari raut wajah Gajah Mada. Ia memungutnya dari gambar yang tertera pada celengan terakota yang dipercaya datang dari era Majapahit. Raut itulah yang kita kenal sekarang sebagai wajah Gajah Mada. Terhadap kritik yang menyebutnya tak mengindahkan verifikasi arkeologis, dengan santai ia berkomentar, "Jika ada yang tak sepakat, silakan membuktikan yang sebaliknyalah yang benar."

Sejarah barangkali memiliki kegilaannya sendiri. Karena itu, revolusi Indonesia harus dipandang secara lebih rileks. Tak perlu ada glorifikasi karena mozaik itu disusun oleh manusia biasa. Muhammad Yamin cuma salah satunya.

arsip tempo : 171362520742.

. tempo : 171362520742.

DUDUK bersebelahan, Muhammad Yamin menyodorkan kertas itu kepada Soegondo Djojopoespito. Saat itu 28 Oktober 1928, hari terakhir pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia II. Di podium, Mr Soenario, wakil dari kepanduan, tengah berpidato. Membaca serius, Soegondo, yang mengetuai kongres, menganggukkan kepala. Ia menorehkan paraf. "Saya setuju," kata Soegondo seraya menyerahkan kertas kepada Amir Sjarifuddin, wakil Jong Bataks Bond. Seperti Soegondo, Ami

...

Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.

Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini

PILIHAN TERBAIK

Rp 54.945/Bulan

Aktif langsung 12 bulan, Rp 659.340

  • *Anda hemat -Rp 102.000
  • *Dijamin update hingga 52 edisi Majalah Tempo

Rp 64.380/Bulan

Aktif setiap bulan, batalkan kapan saja

  • *GRATIS untuk bulan pertama jika menggunakan Kartu Kredit

Lihat Paket Lainnya

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024

  • 31 Maret 2024

  • 24 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan