Dia adalah diplomat yang cerdik dan pendebat ulung, santri yang kritis dan ulama yang moderat. Tapi dia juga pernah kehilangan iman dan susah payah merebutnya kembali hingga menemukan Islam untuk Indonesia: Islam yang tidak terikat adat kebiasaan, tapi dapat menggerakkan bangsa untuk menentukan nasib sendiri. Berbagai peristiwa yang dialaminya dari masa penjajahan Belanda hingga Indonesia merdeka itu menempanya menjadi Haji Agus Salim.
GAMBARAN ringkas tapi jitu tentang Haji Agus Salim bisa diwakili oleh sebuah foto tua yang berbicara seribu kata.
Sebagian dari kata-kata itu, tentu saja, berupa deskripsi tentang "adegan" di dalamnya: Pak Tua yang lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, 8 Oktober 1884, itu, dengan jenggot putihnya, mengenakan busana tanpa kerah bercorak garis-garis yang lebih mirip piama; berkopiah dan berkacamata, tangan kanannya mengangkat sehelai kartu remi; di
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.