Jalur Neraka Membelah Suwarnadwipa
MUARO-PEKANBARU
RAMBUT jarang-jarang di lengan keriput Marah Boeyoeng, 88 tahun, seketika berdiri ketika mengenang perlakuan tentara Jepang kepada para romusha pembangun rel Muaro-Pekanbaru. Pada 1944, Boeyoeng, kala itu 15 tahun, menyaksikan romusha bekerja siang-malam. "Tinggal tulang berbalut kulit. Cuma kemaluannya yang tertutup," ujarnya kepada Tempo di teras rumahnya di Muaro Sijunjung, 120 kilometer timur laut Padang, awal September lalu.
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini