Pram dan Kolonialisme yang Tak Kunjung Mati
arsip tempo : 170159998672.

Hilmar Farid
SETAHUN lalu. ”Semuanya sudah saya serahkan kepada Indonesia. Semuanya. Tapi kenapa begini jadi-nya?” Pram tergeletak sakit di kamar depan rumahnya di Utan Kayu. Untuk pertama kali saya melihat Pram menangis. Saya hanya diam sambil memijat-mijat kakinya yang tidak sakit.
Dengan puluhan buku karya sastra dan ratusan cerita pendek serta esai, yang sebagian diterjemahkan ke semua bahasa utama di dunia

Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini