maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Alasan Moeldoko Cawe-cawe Menggarap Food Estate

Wawancara Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Moeldoko yang perusahaannya, M-Tani, menggarap proyek food estate di Kalimantan Tengah. Ada konflik kepentingan?

arsip tempo : 171164864242.

Kepala Staf Presiden, Moeldoko. TEMPO/Prima Mulia. tempo : 171164864242.

PEMERINTAH mencetuskan program peningkatan penyediaan pangan nasional melalui food estate atau lumbung pangan pada pertengahan tahun lalu. Beberapa daerah menjadi fokus program ini. Namun, di Kalimantan, proyek food estate berjalan ketika semua syarat, bahkan aturannya, belum terbit. Apalagi Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai pemimpin proyek.

Meski operatornya lembaga negara, di lapangan, pelaksana proyek adalah perusahaan-perusahaan swasta. Salah satunya M-Tani. Perusahaan milik Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ini menjadi salah satu pengelola proyek food estate di lahan gambut Kapuas, Kalimantan Tengah. Kepada Tempo pada Selasa, 21 September lalu, Panglima Tentara Nasional Indonesia 2013-2015 ini menjelaskan peran tentara dan keterlibatan perusahaannya dalam proyek food estate.

Mengapa proyek food estate digarap Kementerian Pertahanan?
Pemimpin proyek ini dua, Kementerian Pertahanan untuk pengembangan pangan singkong serta Kementerian Pertanian untuk pangan di luar itu. Jadi penunjukan Kementerian Pertahanan ada dasarnya. Ketahanan pangan adalah bagian dari pertahanan negara. 

Apa dasar aturannya?
Presiden memiliki diskresi. Selain itu, strategi pertahanan kita adalah pertahanan kompartemen strategis. Di dalamnya ada strategi membangun pertahanan mandiri di pulau-pulau besar. Jadi jika satu pulau diserang, pulau itu bisa bertahan sendiri. Untuk bisa bertahan, pulau itu harus punya logistik yang cukup supaya tidak bergantung pada pasokan pangan dari luar pulau. Kalimantan, Sumatera, dan Papua adalah sebagian pulau yang disiapkan untuk memiliki kemandirian logistik itu. Intinya, Presiden menata logistik dan cadangan logistik nasional supaya kita siap jika nanti ada krisis pangan global. 

Tentara mengurus sawah. Apakah itu tidak bertentangan dengan tugas mereka?
Dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia disebutkan bahwa tugas TNI adalah menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Dalam pasal 7 undang-undang tersebut disebutkan salah satu tugas militer selain perang adalah membantu tugas pemerintah di daerah. Food estate program pemerintah di daerah sehingga tentara bisa membantu. Tentara yang dilibatkan juga bukan dari satuan tempur atau cadangan tempur, tapi dari satuan teritorial saja.  

Mengapa proyek food estate sudah berjalan sebelum ada aturannya?
Ada kondisi yang mendesak, kondisi yang membutuhkan langkah cepat. Kami berlomba dengan waktu. Ada peringatan dari Food and Agriculture Organization (FAO) bahwa akan ada krisis pangan dunia akibat pandemi serta perubahan iklim. Selain itu, lahan pertanian kita terus menyusut. Harus segera ada langkah antisipasi krisis pangan tersebut. Solusinya adalah secepatnya memperbaiki dan membuka lahan baru, terutama di luar Jawa. Jadi saat terjadi krisis pangan kita sudah punya cadangan lahan dan lumbung pangan yang memadai. 

Di Kapuas, pemasok bibit dan pupuk untuk proyek food estate adalah M-Tani, perusahaan Anda….
Kehadiran M-Tani sebagai volunter, di lahan yang sudah ditinggalkan petani karena lahannya susah diolah. Kami bantu. Dengan skema kerja sama, petani mengolah sawah dengan metode dan panduan dari M-Tani. Selain itu, kami mengolah lahan sendiri untuk penelitian, menggunakan bibit dan pupuk produksi M-Tani. Kami berharap, jika nanti berhasil, banyak petani yang bersedia mengolah sawah di sana. Sebab, tidak mudah memobilisasi petani. Mereka butuh bukti bahwa lahan di sana bisa ditanami padi. 

Berapa luasnya?
Awalnya sekitar 100 hektare, tapi sekarang menyusut menjadi 44 hektare kerja sama dengan petani dan 20 hektare murni dikerjakan oleh M-Tani. 

Apakah berhasil?
Masih berjuang. Saya tidak bilang gagal, tapi belum berhasil. 

Anda adalah Kepala Staf Kepresidenan. Dengan M-Tani terlibat dalam proyek pemerintah, apakah itu bukan konflik kepentingan?
M-Tani tidak berpikir mencari keuntungan dalam proyek food estate karena sejak awal saya tahu kondisi lahan di sana susah diolah. Saya terlibat karena merasa tertantang dan ingin membina petani. Saya kan juga Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. Selain itu, saya selalu berpesan kepada M-Tani untuk tidak menggunakan uang negara karena akan menyulitkan kami.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ada Keadaan yang Mendesak". Artikel ini diproduksi Tempo bersama The Gecko Project didukung Rainforest Investigations Network Pulitzer Center, Internews Earth Journalism Network, dan Greenpeace Indonesia

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 24 Maret 2024

  • 17 Maret 2024

  • 10 Maret 2024

  • 3 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan