Setelah sekian lama, akhirnya Wae Rebo kembali memiliki tujuh mbaru niang akhir Juni lalu. Rumah adat berbentuk kerucut terbuat dari kayu worok, bambu, alang-alang, dan rotan itu tidak hanya sebagai tempat tinggal, tapi juga pusat tatanan dan pemersatu. Cerita tentang tradisi yang sudah bertahan selama lebih dari 19 generasi itu direportasekan wartawan Tempo, Sorta Tobing, yang berkunjung ke Wae Rebo, di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, awal Juni lalu.
Martinus Anggo, 42 tahun, tersenyum lebar mengawali akhir pekan pertama pada Juni 2011. Mimpinya tinggal dalam mbaru niang terwujud. ”Saya merasa benar-benar jadi orang Wae Rebo,” katanya. Perayaan pemberkatan rumah baru itu secara adat berlangsung malam sebelumnya. Keesokannya, ia bersiap mengikuti misa ucapan syukur secara Katolik.
Matahari bersinar terang ketika misa mulai pada pukul sembilan pagi waktu setempat. Namun kabut berangsur-ang
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.