maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Xinhua

Patriot-patriot Mengelola Hong Kong

Sistem pemilu Hong Kong yang disempurnakan menjunjung tinggi yurisdiksi pemerintah pusat sekaligus menjamin otonomi tingkat tinggi Hong Kong. Dirancang untuk menjaga kestabilan dan kesejahteraan wilayah tersebut.

arsip tempo : 171163685154.

Foto yang diabadikan 14 Juli 2020 ini menunjukan Lapangan Bauhinia Emas di Hong Kong, China selatan. (Xinhua/Wu Xiaochu). tempo : 171163685154.

BEIJING, 4 Agustus 2021 --  Cara pandang pemerintahan baru Amerika Serikat terhadap isu-isu yang berkaitan dengan Hong Kong masih belum bergeser dari cara pandang warisan para pendahulunya. Pemerintahan Presiden Joe Biden setidaknya telah melakukan 13 kali serangan terhadap China mengenai isu tersebut dan berkali-kali menyuarakan kata-kata, "Berpihak pada rakyat Hong Kong."

Amerika Serikat juga melontarkan berbagai pandangan keliru tentang langkah-langkah yang diambil China untuk meningkatkan stabilitas jangka panjang Hong Kong, termasuk penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong dan penyempurnaan sistem pemilihan umum di wilayah tersebut. 

Washington bersama beberapa negara Barat juga meluncurkan kampanye propaganda terhadap China dan menerapkan apa yang disebut “sanksi” terhadap sejumlah pejabat China. Tindakan-tindakan tak beralasan terhadap China yang dilakukan oleh pemerintahan baru AS terkait isu Hong Kong tercantum di bawah ini, beserta sejumlah fakta sebagai upaya untuk mengungkap kebenaran. 

Bagian 1

Foto dari udara yang diabadikan pada 6 Maret 2021 ini menunjukkan warga membentangkan bendera nasional China dan bendera SAR Hong Kong untuk mendukung penerapan prinsip “para patriot yang mengelola Hong Kong” di Taman Tamar di Hong Kong, China selatan. (Xinhua/Li Gang)

Setelah Kongres Rakyat Nasional (National People's Congress/NPC) China mengadopsi keputusan untuk menyempurnakan sistem pemilu di Daerah Administratif Khusus (Special Administrative Region/SAR) Hong Kong pada 11 Maret lalu, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan yang mendiskreditkan keputusan itu.

AS juga mengeluarkan pernyataan bersama anggota G7 lain yang mencemarkan nama baik China. Pada 17 Maret, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pengenaan tindakan yang diklaim sepihak sebagai “sanksi” terhadap 24 pejabat China, termasuk 14 wakil ketua Komite Tetap NPC, pada malam sebelum dialog tingkat tinggi antara China dan AS di negara bagian Alaska.

Setelah NPC menyempurnakan sistem pemilu di SAR Hong Kong, juru bicara Departemen Luar Negeri AS menuding keputusan tersebut mengganggu demokrasi Hong Kong. Padahal, upaya untuk merancang dan menyempurnakan sistem pemilu di Hong Kong adalah urusan internal China yang tidak berhak dicampuri oleh negara asing. 

Sebagai perbandingan, AS sendiri memiliki undang-undang yang melarang campur tangan asing dalam pemilu negara tersebut. Lalu, Dewan Perwakilan Rakyat AS juga meloloskan rancangan undang-undang untuk menyempurnakan sistem pemilihan AS. Jika AS dapat mengubah undang-undang (UU) pemilu kapan saja, mengapa upaya serupa yang dilakukan China di Hong Kong mendapat serangan?

Sistem pemilu yang disempurnakan di Hong Kong memastikan penerapan prinsip “para patriot yang mengelola Hong Kong”, yang tidak menyertakan pihak-pihak anti-China di dalam struktur pemerintahan. Penyempurnaan tersebut juga mencerminkan partisipasi politik yang luas dan seimbang oleh penduduk Hong Kong, serta tidak melemahkan otonomi tingkat tinggi Hong Kong. 

Di samping itu, langkah-langkah China untuk menjaga stabilitas Hong Kong juga telah mendapat dukungan internasional. Dalam Sidang ke-46 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (HAM PBB) contohnya, sebanyak 70 negara mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak semua pihak berhenti mencampuri isu-isu Hong Kong dan urusan dalam negeri China. Selain itu, dalam pidato di Dewan HAM PBB, lebih dari 20 negara lain menyuarakan dukungan untuk posisi dan tindakan China terkait Hong Kong.

Otoritas Moneter Hong Kong (Hong Kong Monetary Authority/HKMA) sebelumnya mengatakan bahwa "sanksi" sepihak AS tidak diakui oleh PBB, sehingga tidak memiliki efek hukum di Hong Kong. HKMA menyatakan, bank-bank di Hong Kong tidak memiliki tanggung jawab hukum untuk bertindak sesuai dengan "sanksi" tersebut.

Bagian 2

Sejumlah warga membubuhkan tanda tangan mereka dalam kampanye untuk mendukung keputusan terkait peningkatan sistem pemilihan umum SAR Hong Kong oleh Kongres Rakyat Nasional (National People’s Congress/NPC) di Hong Kong, China selatan, pada 11 Maret 2021 (Xinhua/Lo Ping Fai)

Pada 30 Maret, Lampiran I dan Lampiran II Undang-Undang Dasar SAR Hong Kong yang telah diamendemen disahkan pada sesi ke-27 Komite Tetap NPC ke-13, dengan suara bulat semua anggota Komite yang hadir. Pada 31 Maret, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan kepada Kongres AS bahwa Hong Kong tidak lagi layak mendapatkan perlakuan khusus AS. Pada 1 April, Konsul Jenderal AS di Hong Kong Hanscom Smith mengatakan, pemilu di Hong Kong tidak akan membuahkan hasil demokrasi yang berarti.

Perancangan dan penyempurnaan sistem pemilu SAR Hong Kong merupakan urusan internal China. Amendemen tersebut memiliki dasar hukum yang memadai dan sepenuhnya mewujudkan semangat supremasi hukum dalam pengelolaan negara dan Hong Kong. Lampiran I dan II Undang-Undang Dasar SAR Hong Kong yang baru saja berubah merupakan amendemen terhadap metode pemilihan kepala eksekutif SAR Hong Kong dan pembentukan Dewan Legislatif SAR Hong Kong.

Dengan berfokus pada pembentukan ulang komite pemilihan umum dan peningkatan pemberdayaan, amendemen tersebut mewakili perencanaan dan perancangan sistem elektoral Hong Kong, yang tidak hanya berhasil menutup celah dan kekurangan dari sistem awal, tetapi juga meningkatkan keterwakilan dan partisipasi dalam sistem elektoral. Amendemen itu mengoptimalkan dan mengembangkan sistem demokrasi Hong Kong. 

Sistem pemilu SAR Hong Kong yang disempurnakan menggabungkan ketaatan terhadap prinsip "satu negara" dengan penghormatan terhadap "dua sistem”, menjunjung tinggi yurisdiksi pemerintah pusat atas Hong Kong, serta menjamin otonomi tingkat tinggi Hong Kong. Sistem itu menerapkan prinsip fundamental "para patriot yang mengelola Hong Kong,” untuk memastikan kestabilan dan kesejahteraan Hong Kong, sekaligus melindungi prinsip "satu negara, dua sistem". 

Di semua negara, kesetiaan terhadap tanah air merupakan etika politik dasar. Di Inggris Raya, sistem elektoral di setiap wilayah diputuskan oleh pemerintah pusat. Sebagai contoh, dengan otonomi tingkat tertinggi, sistem elektoral Skotlandia disusun berdasarkan Undang-Undang Skotlandia yang diloloskan oleh Parlemen Inggris Raya pada 1998 dan diamendemen pada 2012.

Status ekonomi khusus Hong Kong dilindungi oleh Undang-Undang Dasar dan diakui serta dihormati oleh masyarakat internasional. Setelah Hong Kong kembali ke China, kemandirian fiskal dan pajak, perdagangan bebas, penerbitan mata uang sendiri, arus modal yang bebas, serta statusnya sebagai pelabuhan bebas dan wilayah bea cukai terpisah dipertahankan dan diperkuat. Sebaliknya, AS justru membatalkan kebijakan perlakuan khusus kepada Hong Kong.  

Bagian 3

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi berbicara dalam konferensi pers di Capitol Hill, Washington DC, AS, pada 25 Februari 2021. (Xinhua/Ting Shen)

Pada 16 April, para perusuh Hong Kong yang anti-China, seperti Jimmy Lai Chee-ying dan Martin Lee Chu-ming, dijatuhi hukuman oleh pengadilan Hong Kong. Setelah vonis dibacakan, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mencuit di Twitter. Ia menyatakan bahwa hukuman itu "tidak dapat diterima," dan menyerukan agar para terdakwa dibebaskan. Di akhir cuitannya, dia juga menambahkan tagar #StandWithHongKong.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS, Nancy Pelosi juga menulis di akun Twitter bahwa dirinya, "sedih dan terganggu" oleh hukuman itu, lalu menyebut hukuman yang dijatuhkan sebagai, "tanda lain dari serangan Beijing terhadap supremasi hukum." Pernyataan tersebut tidak beralasan, karena masyarakat Hong Kong berada di bawah supremasi hukum. Bukti aktivitas ilegal yang dilakukan oleh para terdakwa juga sangat kuat.

Pengadilan Hakim Kowloon Barat pada 16 April menjatuhkan hukuman 14 bulan penjara bagi Jimmy Lai karena mengatur dan berpartisipasi dalam pertemuan ilegal pada 18 Agustus 2019 di Pulau Hong Kong, serta berpartisipasi dalam pertemuan tanpa izin pada 31 Agustus 2019. Pengadilan itu menangani pula dua kasus lain yang melibatkan Lai, termasuk dugaan pelanggaran Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong dan penipuan.

Jaksa juga menggugat Lai atas persekongkolan dengan pihak eksternal untuk membahayakan keamanan nasional dan konspirasi untuk mengacaukan jalannya keadilan publik. Fakta-fakta menunjukkan bahwa para pelaku tindak ilegal seperti Lai dan Lee telah bersekongkol dengan kekuatan Barat dan anti-China untuk membuat keonaran. Terungkap pula bahwa Lai telah menjalin koneksi dengan National Endowment for Democracy, entitas yang disponsori oleh pemerintah AS.

Dalam gerakan ilegal "Occupy Central" pada 2014 serta kerusuhan terkait amendemen Peraturan Buronan Pelanggar Hukum dan Bantuan Hukum dalam Peraturan Masalah Kriminal (Fugitive Offenders Ordinance and the Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Ordinance) pada 2019, surat kabar lokal Apple Daily, yang dikelola oleh Lai, berperan sebagai alat propaganda bagi kekuatan destabilisasi dan anti-China.

Bahkan setelah penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong, para pelaku masih terus "berjuang untuk Amerika Serikat" dengan menyamar sebagai pekerja media. Pelanggaran aturan dasar yang mereka lakukan berulang kali menjadikan mereka musuh bersama bagi masyarakat Hong Kong.

Hukuman bagi mereka yang mengatur dan berpartisipasi dalam pertemuan tanpa izin dan ilegal didasarkan pada bukti faktual yang cukup, dengan prosedur yang sepenuhnya sah dan putusan diumumkan sesuai hukum.

Beberapa politisi AS kerap mencampuri urusan Hong Kong dan dalam negeri China. Hal ini menunjukkan praktik standar ganda yang masih melekat di politisi AS. Ketika demonstrasi ilegal muncul di Hong Kong, Nancy Pelosi menyebutnya sebagai, "pemandangan yang indah dilihat." Sebaliknya, dia mengecam tindakan penegakan hukum oleh polisi Hong Kong.

Selanjutnya, ketika kerusuhan meletus di Los Angeles pada 1992, politisi California yang sama tidak menemui dan menyemangati para dalang kerusuhan. Di 2021, ketika Gedung Capitol Hill AS diserang, Pelosi sebagai anggota Kongres tidak menyebut kerusuhan itu sebagai "pemandangan yang indah dilihat," namun justru mengecam para penyerang.  

Bagian 4

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken memberikan kesaksian di hadapan Komite Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS di Capitol Hill, Washington DC, pada 10 Maret 2021. (Xinhua/Pool/Ken Cedeno)

Pada 7 Mei, Antony Blinken mencuit di Twitter bahwa AS "berpihak pada rakyat Hong Kong," seraya meminta pemerintah Hong Kong untuk segera membebaskan para pemicu kerusuhan di kota tersebut, termasuk Joshua Wong. Pada 6 Mei, empat dalang kerusuhan Hong Kong, termasuk Wong, dijatuhi hukuman empat hingga 10 bulan penjara oleh Pengadilan Distrik SAR Hong Kong karena dengan sengaja berpartisipasi dalam pertemuan ilegal.

Permintaan untuk segera membebaskan para terdakwa itu tidak menghormati aturan hukum, dan menunjukkan upaya Washington untuk mencampuri urusan dalam negeri China. Kendati hukum Hong Kong selalu menghormati dan melindungi hak dan kebebasan, hak dan kebebasan ini tidaklah absolut, dan harus dibangun berlandaskan pemeliharaan ketertiban umum serta perlindungan hak dan kebebasan orang lain. Wong dan lainnya tahu pertemuan itu ilegal, namun tetap mengikutinya.

David Gosset, pakar Prancis tentang isu-isu internasional sekaligus pendiri Forum Eropa-China, menyebut beberapa politisi Barat sebagai orang-orang munafik yang menutup mata terhadap kekerasan di Hong Kong. Dia menekankan bahwa aksi kekerasan di kota itu, yang merusak hak-hak penduduknya, harus dikutuk. Menurut John Ross, mantan direktur Kebijakan Ekonomi dan Bisnis London, politisi AS memakai alasan hak asasi manusia hanya bila menyangkut urusan Hong Kong.

Pengacara Inggris, Grenville Cross, yang mulai bekerja di Hong Kong pada 1978 dan menjabat direktur Kejaksaan Penuntut Umum pertama Hong Kong setelah kembali ke pangkuan China, menyebut kekuatan anti-China internasional berusaha merusak praktik "satu negara, dua sistem" dengan menghancurkan kemakmuran dan stabilitas Hong Kong.

Pada 2019, ketika pemerintah Hong Kong berusaha untuk memperkenalkan amendemen undang-undang ekstradisinya, kekuatan anti-China di AS dan beberapa negara Barat lainnya memprovokasi kejahatan kekerasan di Hong Kong dari balik layar, dengan gila-gilaan menantang landasan "satu negara, dua sistem", merusak kemakmuran dan stabilitas Hong Kong, serta membuat penduduknya dilanda kecemasan ekstrem. Pada 2021, pihak AS masih berusaha keras untuk berbicara atas nama para penjahat, termasuk Wong. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa dengan mengklaim dirinya "berpihak pada rakyat Hong Kong," Washington sebenarnya berpihak pada para pelaku kejahatan dan memperlakukan penduduk Hong Kong sebagai musuh.

Bagian 5

Foto yang diabadikan pada 22 Februari 2021 di Brussel, Belgia, ini menunjukkan layar yang menampilkan sesi ke-46 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) yang digelar di Jenewa, Swiss. (Xinhua/Zhang Cheng)

Pada 27 Mei, Dewan Legislatif SAR Hong Kong meloloskan Rancangan Undang-Undang  Penyempurnaan Sistem Pemilihan Umum  2021. Pada 28 Mei, Blinken mengkritik RUU tersebut, menyerukan pembebasan semua orang yang didakwa berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong, dan pencabutan tuduhan terhadap mereka.

Di bawah sistem pemilu yang telah disempurnakan di Hong Kong, komposisi Komite Pemilu dan Dewan Legislatif lebih terwakili secara luas yang mencerminkan kepentingan masyarakat Hong Kong, menjaga sistem politik yang dipimpin badan eksekutif, memastikan Dewan Legislatif menjalankan tugasnya, serta meningkatkan efektivitas tata kelola SAR Hong Kong.  

Sebelum dan sesudah pengadopsian keputusan NPC tentang penyempurnaan sistem pemilu SAR Hong Kong, pemerintah pusat mengumpulkan pendapat dari seluruh lapisan masyarakat di Hong Kong dengan berbagai cara. Pada 15-17 Maret, Komisi Urusan Legislatif Komite Tetap NPC, bersama Kantor Dewan Negara Urusan Hong Kong dan Makau, serta Kantor Penghubung Pemerintah Rakyat Pusat di SAR Hong Kong, menggelar lebih dari 60 simposium selama tiga hari berturut-turut perihal penyempurnaan sistem pemilu SAR Hong Kong. Pandangan relevan dari 1.000 lebih perwakilan  semua lapisan masyarakat di Hong Kong didengarkan secara seksama.

Sekitar 2,38 juta tanda tangan terkumpul di Hong Kong untuk mendukung penyempurnaan sistem pemilu SAR Hong Kong selama kampanye 11 hari yang dimulai pada 11 Maret. Menurut survei yang diselenggarakan oleh Bauhinia Institute, sebanyak lebih dari 70 persen penduduk Hong Kong yakin bahwa penyempurnaan sistem pemilu Hong Kong telah meningkatkan kepercayaan mereka terhadap masa depan Hong Kong. Setelah RUU itu disahkan, berbagai kelompok masyarakat, seperti Serikat Pegawai Negeri Sipil Hong Kong, Kamar Dagang Umum Tionghoa Hong Kong, dan Federasi Organisasi Komunitas Guangdong Hong Kong menyatakan dukungan.

AS memiliki banyak UU pemilu. Dalam dua tahun terakhir saja, anggota Kongres AS telah mengajukan lebih dari 40 RUU untuk menyempurnakan sistem pemilu AS. Pada hari yang sama ketika badan legislatif tertinggi China mengumumkan agenda penyempurnaan sistem pemilu Hong Kong, Dewan Perwakilan Rakyat AS mengeluarkan “For the People Act" atau Undang-Undang untuk Rakyat guna menyempurnakan sistem dan menjamin keamanan pemilu.

Pada 5 Maret, Belarus menyampaikan pidato bersama atas nama lebih dari 70 negara pada sesi ke-46 UNHRC, menekankan bahwa urusan Hong Kong adalah urusan dalam negeri China dan tidak seharusnya diintervensi oleh kekuatan eksternal. Duta Besar Yury Ambrazevich, kepala misi Belarus untuk PBB di Jenewa, dalam sebuah wawancara usai sesi tersebut mengungkapkan bahwa "kami menegaskan Hong Kong adalah bagian tak terpisahkan dari China dan urusan Hong Kong adalah urusan dalam negeri China." Dia juga menekankan bahwa China memegang otoritas dan tanggung jawab tunggal dalam membuat keputusan apa pun, termasuk menyempurnakan sistem pemilu Hong Kong untuk mendorong kemakmuran dan stabilitas jangka panjang Hong Kong.

Bagian 6

Para pengunjuk rasa yang melakukan aksi kekerasan melempar bom molotov ke arah petugas polisi di Hong Kong, China selatan, pada 31 Agustus 2019. (Xinhua)

Pada 3 Juni lalu, Blinken mengeluarkan pernyataan di situs resmi Departemen Luar Negeri AS yang mengklaim bahwa AS akan "berpihak pada rakyat China yang menuntut agar pemerintah menghormati hak asasi manusia universal." Pada hari berikutnya, Blinken juga mencuit seruan untuk "pembebasan segera" sejumlah orang yang ditangkap di Hong Kong.

Selama peristiwa gangguan keamanan di Hong Kong menyusul usulan amendemen undang-undang pada 2019 lalu, sejumlah kelompok ekstremis dan separatis anti-China yang didukung AS justru menginjak-injak HAM, alih-alih mengupayakan penegakannya, dengan target merebut yurisdiksi di Hong Kong dan menumbangkan kekuasaan negara.

Dari Juni 2019 hingga pertengahan Maret 2020, tercatat ada lebih dari 1.400 demonstrasi dan pertemuan massa di Hong Kong. Banyak di antaranya berakhir dengan insiden kekerasan serius, seperti pelemparan bom molotov, vandalisme, dan pembakaran sejumlah toko. Para perusuh bahkan menyerang kantor polisi dan petugas, mengepung warga yang tidak bersalah, mengintimidasi orang yang menyatakan pendapat berbeda, menghancurkan fasilitas kereta bawah tanah dan fasilitas umum, melumpuhkan bandara, memblokir lalu lintas, dan “menduduki” kampus. 

Data menunjukkan jumlah kasus kejahatan di Hong Kong telah mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kerusuhan sosial "Black Terror" yang meletus pada 2019 telah membalik tren tersebut. Pada 2019 jumlah kasus kejahatan di Hong Kong meningkat 9 persen dan 2020 sebesar 7 persen.

Luo Changqing, seorang petugas kebersihan berusia 70 tahun di Hong Kong, menjadi target pemukulan para perusuh dan meninggal akibat luka serius. Seorang warga Hong Kong bermarga Lee disiram dengan cairan mudah terbakar dan dibakar setelah terlibat pertengkaran dengan para perusuh yang sengaja merusak fasilitas umum.  

Chan Tze-chin, seorang pengacara Hong Kong, dikepung dan dipukuli oleh para perusuh setelah menegur perusuh yang merusak toko-toko di sebuah kawasan perbelanjaan di Causeway Bay. Dia menderita banyak luka fisik. Lebih dari separuh gerai Best Mart 360, jaringan toko makanan ringan yang berbasis di Hong Kong, juga dirusak dalam kerusuhan sosial tersebut.

Situasi HAM di China saat ini adalah yang terbaik dalam sejarah. Sejak Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong diberlakukan lebih dari setahun yang lalu, HAM dan kebebasan warga Hong Kong tetap terjaga. Jika AS memang benar-benar ingin "berpihak" kepada rakyat China yang "mengupayakan" penegakan HAM, maka seharusnya mereka berpihak pada suara mayoritas, bukan sebaliknya.   

Bagian 7

Para tamu berpose untuk foto bersama dalam sebuah seremoni bertema Hari Pendidikan Keamanan Hong Kong, China selatan, pada 15 April 2021. (Xinhua/Lui Siu Wai)

Konsul Jenderal AS di Hong Kong Hanscom Smith, dalam sebuah wawancara di bulan Juni mengatakan, penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong telah menciptakan atmosfer koersif yang mengancam kebebasan kota tersebut dan posisinya sebagai pusat bisnis internasional.

Gangguan di Hong Kong setelah amendemen undang-undang yang diusulkan pada Juni 2019 memukul perekonomian Hong Kong. Selama periode 2019, perekonomian Hong Kong mencatat pertumbuhan negatif pertama dalam 10 tahun. Data menunjukkan, sekitar setengah dari industri jasa mengalami penurunan pendapatan bisnis secara tahunan.

Layanan akomodasi dan industri retail masing-masing turun 14,3 dan 11,1 persen. Tingkat kunjungan wisatawan ke Hong Kong anjlok, dan jumlah pengangguran di sektor retail, perhotelan, dan katering tinggi. Namun, sejak Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong mulai berlaku pada akhir Juni 2020, masyarakat telah kembali ke jalur yang tepat dan hidup dalam damai. Ketertiban telah menggantikan kekacauan.

Pada kuartal pertama 2021, jumlah kejahatan di kota itu turun sekitar 10 persen secara tahunan, sementara produk domestik bruto meningkat 7,9 persen secara tahunan. Lalu pada Juni, Dana Moneter Internasional (IMF) merilis  laporan yang menegaskan kembali posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional.

Menurut Laporan Investasi Dunia 2021 yang dirilis oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan, Hong Kong masih menjadi tujuan terbesar ketiga di dunia untuk investasi asing langsung pada 2020.

Perlu ditegaskan lagi bahwa Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong hanya menargetkan empat jenis pelanggaran, yaitu pemisahan diri, subversi, kegiatan teroris, dan kolusi dengan negara asing atau  elemen eksternal yang membahayakan keamanan nasional. 

Seluruh upaya dan penegakan hukum yang berkaitan dengan penjagaan keamanan nasional akan dilakukan secara ketat sesuai dengan ketentuan, mandat, dan prosedur hukum. Undang-undang tersebut tidak akan memengaruhi hak dan kebebasan, termasuk hak dan kebebasan berbicara, pers, publikasi, dan berkumpul penduduk Hong Kong. Undang-undang itu bahkan memungkinkan masyarakat untuk menggunakan hak dan kebebasan secara lebih baik dalam lingkungan yang aman.

Sejak mulai diterapkan, undang-undang tersebut semakin menjamin tingkat otonomi kota yang tinggi, dan menyelesaikan masalah perekonomian Hong Kong. Undang-undang itu juga berkontribusi pada aturan hukum dan lingkungan bisnis Hong Kong, mengatasi kekhawatiran komunitas bisnis terhadap turbulensi sosial, dan menciptakan kondisi yang lebih baik bagi orang-orang di seluruh dunia yang ingin bekerja, berinvestasi, dan tinggal di Hong Kong.

Bagian 8

Foto yang diabadikan pada 28 Mei 2021 ini menunjukkan gedung Capitol AS dan rambu untuk berhenti di Washington DC, Amerika Serikat (AS). Anggota Senat AS dari Partai Republik pada hari Jumat memblokir undang-undang untuk membentuk komisi independen guna menyelidiki kerusuhan mematikan di gedung Capitol pada 6 Januari lalu. (Xinhua/Liu Jie)

Pada 25 Juni, Gedung Putih merilis pernyataan di situs webnya tentang penutupan surat kabar Hong Kong, Apple Daily, dan menuduh China menekan kebebasan pers.

Faktanya, Apple Daily telah lama terlibat dalam tindakan ilegal yang merugikan China dan merusak stabilitas Hong Kong. Media itu juga melanggar etika jurnalistik dan membahayakan lingkungan media Hong Kong.

Surat kabar itu telah lama terlibat dalam pembuatan berita palsu untuk menyesatkan publik. Selama pergolakan terkait usulan amendemen undang-undang di Hong Kong pada 2019, surat kabar itu merilis banyak berita palsu dan menyampaikan nilai-nilai yang salah untuk membingungkan publik.

Masyarakat Hong Kong diatur oleh supremasi hukum dan setiap orang setara di depan hukum. Tidak ada orang atau lembaga yang bebas dari hukum. Kepolisian Hong Kong bertindak terhadap individu dan perusahaan yang diduga membahayakan keamanan nasional sesuai dengan hukum, serta menjaga aturan hukum dan ketertiban sosial.

Tindakan AS yang menuduh China menekan kebebasan pers justru terkesan  memutarbalikkan fakta. Sejarah menunjukkan, AS telah menindas media dan membatasi kebebasan pers. Analisis The Guardian dan situs web jurnalistik investigasi, Bellingcat, yang berbasis di Belanda menyatakan dari 26 Mei hingga 2 Juni 2020 terdapat 148 kasus penangkapan atau serangan terhadap jurnalis yang meliput aksi unjuk rasa terkait pembunuhan George Floyd.

Sebanyak 34 kasus di antaranya melibatkan petugas yang menyerang wartawan secara fisik, dan 33 kasus melibatkan wartawan yang ditangkap atau ditahan. Seorang jurnalis foto wanita mengalami kebutaan di mata kirinya akibat terkena proyektil polisi dalam salah satu aksi unjuk rasa. Pada 2021, pemerintah AS secara paksa menutup lebih dari 30 situs web media berita asing.

Kebebasan pers di Hong Kong tidak dirusak, tetapi justru dikonsolidasikan. Saat ini terdapat 93 organisasi media lokal, 69 organisasi media asing, dan 39 organisasi media daring yang terdaftar di pemerintah kota itu. Pers dan masyarakat menggunakan hak supervisi setiap hari dan bebas mengkritik pemerintahan SAR Hong Kong. Tidak pula ada hambatan bagi media asing untuk mewawancarai orang-orang dengan posisi berbeda.

Bagian 9

Warga Hong Kong merayakan pengesahan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong di Causeway Bay, Hong Kong, China selatan, pada 30 Juni 2020. (Xinhua/Wang Shen)

Gedung Putih mengumumkan perpanjangan kebijakan yang disebut sebagai "darurat nasional sehubungan dengan Hong Kong", dan sanksi yang berhubungan dengan Hong Kong selama satu tahun. Dalam pengumuman pada 7 Juli itu, Gedung Putih juga menyatakan melanjutkan pembatalan perlakuan khusus bagi Hong Kong.

Semua kebijakan itu adalah bentuk campur tangan terang-terangan dalam urusan internal China. Perpanjangan "darurat nasional" juga menandai kali pertama Joe Biden, sejak menjabat sebagai Presiden AS, melanjutkan pemikiran mantan presiden Donald Trump tentang Hong Kong dari sudut pandang implementasi kebijakan, dan secara terbuka mencampuri urusan Hong Kong. 

Hong Kong selalu menjadi alasan bagi Washington untuk menekan Beijing selama masa pemerintahan Trump. Di akhir Juni 2020, Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong diumumkan dan diimplementasikan. Trump kemudian menandatangani perintah eksekutif yang menyatakan Amerika Serikat segera memasuki "darurat nasional" dengan alasan situasi di Hong Kong akan menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional, ekonomi, dan kebijakan luar negeri AS.

Pada saat yang sama, AS mengakhiri perlakuan khusus untuk Hong Kong. Sebelumnya Hong Kong menikmati perlakuan yang tidak dimiliki banyak kota di China Daratan, terutama dalam hal imigrasi, pengendalian impor dan ekspor, pariwisata, serta ekonomi. Pemerintahan Biden mengikuti langkah keliru pemerintahan Trump terhadap Hong Kong.

Padahal, sanksi terhadap Hong Kong akan menjadi bumerang bagi Amerika Serikat. Data yang dirilis oleh pemerintah China pada tahun lalu mengungkapkan terdapat sekitar 85.000 warga AS dan 1.300 lebih perusahaan AS di Hong Kong, termasuk hampir seluruh perusahaan keuangan utama AS.

Tak hanya itu, selama bertahun-tahun Amerika Serikat meraup surplus perdagangan yang besar dari perdagangan dengan Hong Kong. Mengingat dalamnya kepentingan AS di Hong Kong, penerapan sanksi hanya akan membawa kerumitan bagi perusahaan AS di Hong Kong dan  membuat operasi mereka terpapar risiko politik.

Bagian 10

Jimmy Lai Chee-ying dibawa oleh polisi ke kantor pusat Apple Daily untuk investigasi di Hong Kong, China selatan, pada 10 Agustus 2020. (Xinhua/Lui Siu Wai)

Pada 10 Juli, Departemen Luar Negeri AS mengunggah pernyataan yang dikeluarkan oleh 21 anggota “Koalisi Kebebasan Media”. Koalisi melontarkan kekhawatiran  mengenai organ peradilan SAR Hong Kong yang menangani kasus Apple Daily, serta menyatakan penggunaan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong untuk menekan jurnalis sebagai langkah serius dan negatif.

Kebebasan bukanlah laissez-faire atau terlepas dari intervensi. Rasionalitas ilmiah, tatanan hukum, dan aturan internasional adalah dasar dari kebebasan. Seperti dikatakan Montesquieu dalam The Spirit of Laws, "kebebasan adalah hak untuk melakukan apa yang diizinkan hukum." Setiap kebebasan memiliki batas. Bahkan yang disebut sebagai negara bebas sekalipun menetapkan zona terlarang dan pembatasan kebebasan. 

Konstitusi di lebih dari 100 negara menetapkan bahwa pelaksanaan hak dan kebebasan dasar tidak boleh membahayakan keamanan nasional. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyebutkan hak atas kebebasan berkeyakinan, berekspresi, berkumpul secara damai, dan menggelar pengadilan umum harus tunduk pada pembatasan atas dasar keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, moral, atau hak dan kebebasan orang lain.

Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia memiliki ketetapan serupa. Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan negara-negara lain juga telah menetapkan sistem hukum yang ketat untuk menjaga keamanan nasional, serta keras dalam menindak pelaku kriminal yang membahayakan keamanan nasional.

Meskipun Amendemen Pertama Konstitusi AS menjamin kebebasan berbicara dan pers, negara itu masih membentuk badan-badan negara yang mengawasi media. Komisi Komunikasi Federal bertanggung jawab untuk mengeluarkan izin bagi stasiun radio dan televisi serta membatasi konten program. Mahkamah Agung AS juga mengatakan, pidato yang menghasut orang untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum atau berkemungkinan menghasilkan tindakan seperti itu, tidak dilindungi.

Di Jerman, tindakan penyangkalan terhadap holocaust dan hasutan kebencian  terhadap kelompok etnis tertentu dapat dihukum lima tahun penjara. Pada Agustus 2018, Mahkamah Konstitusi Federal Jerman mengatakan dalam sebuah putusan bahwa menghukum tindak penyangkalan terhadap genosida Nazi sejalan dengan ketetapan konstitusi tentang kebebasan berbicara.

Kepolisian Hong Kong menangkap dan menuntut Apple Daily dan personelnya, serta membekukan properti-properti terkait media massa itu karena berkolusi dengan kekuatan eksternal dan membahayakan keamanan nasional. Tindakan ini diperlukan untuk menjaga supremasi hukum di Hong Kong, dan tidak ada hubungannya dengan melindungi kebebasan berbicara dan pers.

Bagian 11

Para pengunjuk rasa radikal menyerang petugas polisi di Tsuen Wan yang berlokasi di sebelah barat New Territories, Hong Kong, China selatan, pada 25 Agustus 2019. (Xinhua)

Selanjutnya, pada 16 Juli pemerintah AS mengeluarkan nasihat bisnis (business advisory) untuk memperingatkan perusahaan-perusahaan AS ihwal risiko terhadap operasi dan aktivitas mereka di Hong Kong. Bersamaan dengan itu, Washington menjatuhkan sanksi terhadap tujuh pejabat Kantor Penghubung Pemerintah Rakyat Pusat di SAR Hong Kong.

Lucunya, peringatan yang mendiskreditkan implementasi Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong itu juga menyatakan Hong Kong masih merupakan lokasi investasi dan perdagangan yang populer bagi AS, yang menyediakan layanan keuangan, perdagangan, serta profesional dan kompetitif.

Pergerakan investor menjadi indikator penting dari lingkungan bisnis Hong Kong. Lebih dari setahun setelah penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong, perolehan dana dari penawaran perdana saham publik (IPO) yang terkumpul di Hong Kong menembus 500 miliar dolar Hong Kong (Rp 923,6 triliun), meningkat lebih dari 50 persen secara tahunan. Sedangkan total simpanan di bank-bank Hong Kong naik lebih dari 5 persen secara tahunan.

Kamar Dagang Amerika Serikat di Hong Kong menuturkan, kota tersebut mempunyai peran penting sebagai pusat bisnis internasional, dan tetap menjadi fasilitator perdagangan dan arus keuangan yang hidup antara Timur dan Barat. Jim Thompson, Ketua sekaligus pendiri perusahaan logistik Crown Worldwide Group berujar, pemerintah AS mempersulit investor Amerika untuk melakukan bisnis di Hong Kong. 

Sedangkan para ahli dan cendekiawan berpendapat, nasihat bisnis dari pemerintah AS itu tidak akan mempengaruhi keputusan perusahaan. Sebabnya, meskipun AS secara rutin mengeluarkan peringatan serupa, kalangan bisnis tetap membuat penilaian sendiri. Peningkatan sanksi yang dilakukan AS malah menjadi bumerang dan merugikan negara itu sendiri. Surplus perdagangan AS dengan Hong Kong mencapai US$ 297 miliar (Rp 4.270,6 triliun) dari 2009 hingga 2018. Ketika sanksi diberlakukan, perdagangan dan keuangan AS menjadi yang pertama terkena dampaknya.

Dalam sebuah artikel di Majalah Foreign Affairs yang terbit pada pertengahan Juli lalu, mantan Konsul Jenderal AS di Hong Kong Kurt W. Tong menulis, Departemen Keuangan AS mengetahui bahwa sanksi terhadap bank-bank besar China dapat memicu ketidakstabilan  dalam sistem pembayaran internasional karena mengganggu volume transaksi keuangan antar dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Kondisi ini, ucap dia, akan membahayakan pasar keuangan AS dan sistem pembayaran global yang berpusat di AS.

Kesimpulan

Para politisi AS terus mengklaim membela HAM dan kebebasan Hong Kong, serta berpihak pada rakyat Hong Kong. Namun, rakyat China, termasuk warga Hong Kong, sudah melihat bahwa apa yang dibela oleh para politisi itu bukanlah HAM dan kebebasan rakyat, melainkan segelintir orang yang mengganggu stabilitas Hong Kong serta membahayakan keamanan nasional China.

Dengan dalih demokrasi dan HAM, para politisi menawarkan dukungan bagi para perusuh, dan memamerkan standar ganda. Mereka mengecam kerusuhan di Capitol, tetapi menyebut tindakan serupa di Hong Kong sebagai "pemandangan yang indah dilihat." Mereka memberlakukan UU keamanan nasional paling menyeluruh di dunia di negaranya, tetapi mencela upaya serupa yang dilakukan China untuk menutup celah keamanan di Hong Kong.

Mengatasnamakan kebebasan pers, politisi AS mengganggu dan merongrong supremasi hukum di Hong Kong. Di tengah penutupan Apple Daily, mereka mencoba mengubah beberapa organisasi media menjadi entitas bebas hukum untuk mengganggu Hong Kong dan menekan China. Dengan menciptakan gejolak menggunakan isu-isu Hong Kong, AS telah mengungkapkan keterlibatannya dalam menggerakkan oposisi dan mengendalikan opini publik. 

Ketika perdamaian dan stabilitas di Hong Kong akhirnya dipulihkan, dan hak serta kebebasan warga Hong Kong lebih terlindungi dalam lingkungan yang aman, AS melontarkan tuduhan dan menyerang upaya Hong Kong untuk menyempurnakan sistem pemilu, dan terus mempermasalahkan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong.

Secara keseluruhan, kekhawatiran beberapa politisi AS tentang demokrasi Hong Kong adalah palsu. Niat sejati mereka adalah untuk ikut campur dalam politik Hong Kong dan urusan dalam negeri China. Tujuan mereka yang sebenarnya adalah menggunakan Hong Kong sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan politik dan menahan perkembangan China. 

Inggris membuka pintu China dengan kapal dan senjata pada 1840, dan menduduki Hong Kong secara bertahap. Selama lebih dari 100 tahun sejak itu, rakyat China berjuang mewujudkan pembebasan dan kemerdekaan nasional, serta kemajuan sosial. Saat ini, bangsa China telah melakukan lompatan besar menjadi makmur dan kuat. Upaya untuk mewujudkan peremajaan kembali bangsa China telah memasuki proses bersejarah.

Dengan penerapan serangkaian langkah efektif, termasuk Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong, tatanan sosial Hong Kong telah dipulihkan, pembangunan kembali ke jalur yang benar, dan kota tersebut telah membuka babak baru dengan tata kelola yang baik. Hong Kong kian stabil dan sejahtera dengan penerapan prinsip "satu negara, dua sistem" yang lebih baik. 

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 24 Maret 2024

  • 17 Maret 2024

  • 10 Maret 2024

  • 3 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan