Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengirim 26 peneliti ke pelosok timur Nusantara untuk mendokumentasikan bahasa daerah yang berada di ambang kepunahan. Ini semacam aksi penyelamatan bahasa minoritas, yang berlangsung selama empat tahun, sejak tahun lalu. Di Alor, Nusa Tenggara Timur, mereka menemukan sebuah bahasa daerah baru. Namun penutur bahasa itu cuma tinggal seorang kakek renta. Inilah laporan wartawan Tempo tentang masa depan bahasa-bahasa di halaman belakang Republik, tempat bertumbuh sedikitnya 756 bahasa daerah.
Mantra itu bukan pembangkit efek Viagra; bukan jampi-jampi Inggris. Mantra ini milik suku Beilel, penguasa Habolat, Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur.
Sebagian besar kata dalam mantra itu cuma bermakna satu: babi beserta julukan-julukannya. Maklum, celeng disanjung sebagai hewan yang menurunkan suku Beilel. "Munafe kakafe pekikika pemirafea akan hiarfe late amengfe wife ameape hiarpe mulangpe hok
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.