Hamzah
Amir Hamzah menulis di tahun 1930-an. Sajaknya menghadap Tuhan, dan menyebut-Nya “ganas”, “cemburu”, seakan-akan men-“cakar”. Kiasan itu tak lazim, tapi puisi itu beredar. Sang penyair tak digeruduk. Ia tak dicurigai sebagai penista agama, tak pula dikafirkan. Ia dibaca: sastrawan yang paling religius, dengan karya paling indah di zamannya—dengan puisi yang tetap menggetarkan orang sejak masa Puja
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini