maaf email atau password anda salah
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Jenis Kelamin
Inspektur Jenderal Djoko Susilo menjadi jenderal aktif pertama yang dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi. Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI itu terlibat kasus megakorupsi pengadaan simulator kemudi yang merugikan negara sekitar Rp 121 miliar.
Skandal ini terkuak ketika para penggarap proyek simulator pecah kongsi. Semula, pada 2010, proyek digarap PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, perusahaan milik Budi Susanto. Budi, yang biasa dipanggil "Ndoro" oleh Djoko, lalu menyerahkan pengerjaan simulator kepada Soekotjo S. Bambang, pemilik PT Inovasi Teknologi Indonesia.
Awalnya perkongsian Budi-Soekotjo berlangsung mulus. Pada 2011, Soekotjo kembali ketiban rezeki nomplok menggarap proyek dengan nilai fantastis: Rp 198,6 miliar. Uang proyek pun menciprat ke mana-mana, terutama ke petinggi Korps Lalu Lintas.
Proyek belum rampung, kerja sama Budi-Soekotjo bubar jalan. Budi melaporkan Soekotjo ke polisi dengan tuduhan penggelapan dan penipuan. Soekotjo berang. Ia menyebarkan dokumen pengadaan, juga bukti suap, ke sejumlah pihak.
Lewat perantara, Soekotjo juga mengirim dokumen serupa ke Tempo. Setelah melakukan penelisikan panjang, Tempo menurunkan tiga laporan utama menyingkap perkara ini.
Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan wakilnya, Brigadir Jenderal Didik Purnomo, akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Namun, selama pengusutan perkara ini, hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Polri panas-dingin. Novel Baswedan, penyidik senior KPK yang memimpin penggeledahan kantor Korps Lalu Lintas, terjepit di tengah gesekan kedua lembaga.
Hubungan ketum Nasdem Surya Paloh dengan presiden Jokowi beberapa kali mengalami pasang surut. Paloh melancarkan manuver yang tak sesuai dengan kehendak istana, yakni deklarasi Anies sebagai capres 2024. Benarkah panas-dingin hubungan mereka juga dipengaruhi oleh PDI Perjuangan? Apakah polemik Paloh dengan Jokowi ini mempengaruhi pencalonan Anies? Dan bagaimana kelanjutan Nasdem sebagai partai koalisi?
Ketentraman koalisi Joko Widodo dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh goyah setelah Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres 2024. Jokowi mulai membangun jarak politik dengan Nasdem. Tiga menteri dari Nasdem dikabarkan terancam reshuffle.
Namun jika perombakan memang dilakukan, seharusnya bukan semata untuk “menghukum” Nasdem. Menteri dari non-Nasdem pun berpeluang dirombak jika berkinerja buruk.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.