maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
LEWAT buku Bukan Takdir, Widjajanti W. Dharmowijono membongkar penyebaran stereotipe negatif tentang orang Cina di Nusantara yang telah mengakar selama ratusan tahun. Dia menelisik sekitar 200 karya sastra yang ditulis pada 1880-1950. Citra seperti kasar, rakus, dan penjilat dilekatkan para penulis sastra Eropa di Hindia Belanda terhadap tokoh-tokoh Cina dalam cerita mereka. Citra yang menyulut sejumlah peristiwa berdarah yang menelan korban tak berdosa.
Penyair Umbu Landu Paranggi wafat pada Selasa dinihari, 6 April lalu. Pria kelahiran Sumba Timur itu menutup usia di Rumah Sakit Bali Mandara, Sanur, Bali, dalam usia 77 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka bagi para murid dan penggemar syair-syair etniknya. Umbu adalah mentor bagi banyak seniman di Jawa dan Bali. Dia pernah "menggelandang" di Yogyakarta dan menghidupkan komunitas seniman Persada Studi Klub yang bermarkas di Malioboro. Setelah pindah ke Bali pun dia teguh menjadi guru puisi bagi penyair-penyair muda yang bernaung di komunitas puisi. Walau menggembleng banyak seniman, Umbu memilih jalan sunyi. Dia menjauhi sorotan dan mengasingkan diri dari hiruk-pikuk dunia seni.
Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo pernah berjaya pada zamannya. Saat kebanyakan penulis cerita silat Indonesia menyadur kisah pengarang Cina pada 1950-an, Kho Ping Hoo menyusun sendiri lakonnya. Lahir di Sragen, 95 tahun lalu, Kho Ping Hoo muda mulai menulis karena kondisi ekonomi. Sebagai pengarang ia produktif. Tercatat ada ratusan judul yang ia lahirkan, sebagian di antaranya berlatar Cina dan sisanya Indonesia. Bu Kek Siansu menjadi salah satu yang fenomenal. Terdiri atas 24 jilid, buku itu masih menyihir penggemarnya hingga kini karena plot ceritanya yang menarik dan sarat filosofi. Karyanya yang lain juga populer, walau sejumlah muatan sejarah dan geografis tentang Cina di bukunya disebut-sebut meleset dari fakta. Namun para pembaca “mengampuni” hal itu karena bagaimanapun tulisan Kho Ping Hoo hanyalah fiksi. Untuk mengenang lelaki yang wafat pada 1994 itu, Roemah Bhinneka pada 15 Maret 2021 menggelar diskusi secara daring. Dalam diskusi, lahir gagasan untuk memperkenalkan lagi Kho Ping Hoo kepada para pembaca belia.
KETIDAKADILAN dialami Nawal El Saadawi sebagai perempuan sejak napas pertamanya. Di Desa Katr Tahla, tempat dia lahir pada 27 Oktober 1931, kehadiran anak perempuan dianggap sebagai dosa dan kemalangan, sementara kelahiran anak laki-laki patut dirayakan. Yang paling traumatis baginya adalah pengalaman saat secuil daging klitorisnya diambil dalam sunat perempuan. Dia menjadi pejuang hak perempuan yang bersuara paling lantang melawan patriarki dan penindasan terhadap perempuan. Buku-bukunya yang sebagian besar berlatar belakang di Mesir dapat dibaca sebagai permasalahan universal. Gelombang perjuangannya menyentuh para perempuan di sudut-sudut lain dunia, tak terkecuali di Indonesia. Saadawi wafat pada 21 Maret 2021, meninggalkan jejak dalam gerakan perempuan dan hak asasi manusia di seluruh dunia.
Nama sastrawan angkatan Pujangga Baru, Sanusi Pane, tak banyak diingat dalam kajian sejarah Kongres Pemuda. Padahal, dalam kongres pertama, dia bersama Mohammad Tabrani berperan dalam mengusung istilah nahasa Indonesia ketimbang bahasa Melayu yang diusulkan Mohammad Yamin. Sanusi juga mencetuskan ide pendirian institut dan perguruan tinggi kesusastraan Indonesia dalam Kongres Bahasa Indonesia Pertama. Untuk kiprahnya itu, Sanusi Pane diusulkan menjadi pahlawan nasional.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.