maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
KETIDAKADILAN dialami Nawal El Saadawi sebagai perempuan sejak napas pertamanya. Di Desa Katr Tahla, tempat dia lahir pada 27 Oktober 1931, kehadiran anak perempuan dianggap sebagai dosa dan kemalangan, sementara kelahiran anak laki-laki patut dirayakan. Yang paling traumatis baginya adalah pengalaman saat secuil daging klitorisnya diambil dalam sunat perempuan. Dia menjadi pejuang hak perempuan yang bersuara paling lantang melawan patriarki dan penindasan terhadap perempuan. Buku-bukunya yang sebagian besar berlatar belakang di Mesir dapat dibaca sebagai permasalahan universal. Gelombang perjuangannya menyentuh para perempuan di sudut-sudut lain dunia, tak terkecuali di Indonesia. Saadawi wafat pada 21 Maret 2021, meninggalkan jejak dalam gerakan perempuan dan hak asasi manusia di seluruh dunia.
Nama sastrawan angkatan Pujangga Baru, Sanusi Pane, tak banyak diingat dalam kajian sejarah Kongres Pemuda. Padahal, dalam kongres pertama, dia bersama Mohammad Tabrani berperan dalam mengusung istilah nahasa Indonesia ketimbang bahasa Melayu yang diusulkan Mohammad Yamin. Sanusi juga mencetuskan ide pendirian institut dan perguruan tinggi kesusastraan Indonesia dalam Kongres Bahasa Indonesia Pertama. Untuk kiprahnya itu, Sanusi Pane diusulkan menjadi pahlawan nasional.
ORANG-ORANG Bloomington tahun ini “pulang kampung” ke Amerika Serikat. Rencananya, kumpulan cerita pendek karya Budi Darma itu akan diterbitkan oleh Penguin Classics, salah satu lini penerbit terkenal dan prestisius Penguin Random House, untuk diedarkan di Amerika Serikat dan Kanada. Orang-orang Bloomington menjadi buku Indonesia pertama yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penguin Classics, yang juga merilis karya-karya penulis legendaris, dari Arthur Conan Doyle, Charles Dickens, hingga William Shakespeare.
Terbit perdana pada 1980, Orang-orang Bloomington sudah berulang kali berganti penerbit. Terakhir, pada 2015, Noura Publishing mencetak ulang buku tersebut. Pada 2016, buku itu memikat Tiffany Tsao, dosen dan penulis yang belakangan menjadi penerjemahnya. Noura Publishing, mewakili Budi Darma, lantas menandatangani kontrak dengan Penguin Classics melalui perantara agen literasi Jacaranda pada pengujung 2020.
PARA pekerja renovasi Sarinah tahun lalu “menemukan” relief zaman Sukarno berukuran 3 x 12 meter “disembunyikan” di ruang instalasi listrik gedung. Relief itu menggambarkan suasana pasar lama: ibu-ibu berkebaya bersama barang jajanan dan para lelaki bercaping membawa pikulan. Relief itu menarik karena sebagian berupa relief patung tiga dimensional yang menonjol.
Tak ada arsip mengenai relief itu. Muncul spekulasi dari para pengamat seni rupa tentang siapa pembuat relief dan mengapa karya tersebut bisa dibuang di ruang genset yang pengap di Sarinah. Apakah relief itu sengaja dilenyapkan Orde Baru karena dianggap “kekiri-kirian” atau pihak Sarinah sendiri di masa lampau yang menganggap relief yang menggambarkan masyarakat pedesaan tersebut tidak cocok dengan modernisasi Sarinah?
Tempo mewawancarai anak-anak para perupa masyhur dari 1960-an untuk menggali kemungkinan-kemungkinan mengenai siapa pembuat relief tersebut. Tempo juga mewawancarai Menteri Tenaga Kerja zaman Orde Baru, Abdul Latief, yang pada awal pendirian Sarinah terlibat sebagai karyawan.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.