maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia masih terseok-seok sejak penyakit itu merebak di Tanah Air pada Maret lalu. Pelaksanaan testing-tracing-treatment (3T) yang jauh di bawah standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebabkan rantai penularan virus corona baru makin tak terkendali. Pandemi pun menggila dan korban berjatuhan. Di tengah kondisi yang tidak menentu, para pejuang Covid-19 berdiri di garis depan melawan pagebluk. Para pelacak kontak, analis laboratorium, dokter dan perawat, ilmuwan, hingga epidemiolog bahu-membahu menghalau penyebaran virus tersebut. Dengan segala keterbatasan, mereka berjibaku tanpa kenal lelah. Tak jarang perjuangan mereka harus dibayar dengan nyawa.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, angkat suara menanggapi seruan 147 pastor di Papua. Dia mengatakan Gereja Katolik tidak pernah menoleransi segala tindakan yang mengancam kehidupan dan martabat manusia. Meski tidak menyampaikan pernyataan terbuka kepada publik, kata Suharyo, KWI telah memberikan masukan langsung kepada pemerintah. Suharyo, misalnya, mendampingi dua uskup asal Papua bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Dia juga pernah menyampaikan saran tentang penyelesaian masalah Papua kepada Presiden Joko Widodo. Selain menanggapi isu Papua, Suharyo menanggapi kasus perundungan seksual yang masih terjadi di lingkungan gereja dan pentingnya umat Katolik menjaga keharmonisan dengan umat Islam di Indonesia.
KISAH hidup Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau Romo Mangun difilmkan dalam bentuk dokumenter drama. Sebab, tak banyak footage tentang pastor kelahiran Ambarawa, Kabupaten Semarang, 1929, yang dikenal sebagai aktivis, arsitek, novelis, sekaligus kolumnis yang produktif tersebut. Selama sekitar 90 menit, film arahan Sergius Sutanto ini menggabungkan fragmen penting dalam kehidupan Romo Mangun, dari jejak arsitektur dan perlawanannya di Kali Code, Yogyakarta, hingga perjuangannya membela warga dalam pembangunan Waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah, juga kilas balik keterlibatannya sebagai anggota Tentara Pelajar dan Tentara Keamanan Rakyat. Sejumlah peristiwa traumatis saat menjadi tentara disebut sebagai alasan Romo Mangun begitu gigih memperjuangkan kemanusiaan. Tempo melaporkan dari Yogyakarta.
Pandemi Covid-19 memberikan contoh bahwa penyakit menular memiliki dampak yang menghancurkan terhadap kehidupan manusia serta mendatangkan malapetaka pada pembangunan sosial dan ekonomi. Ada kebutuhan besar untuk meningkatkan kesadaran, pertukaran informasi, pengetahuan ilmiah, dan praktik terbaik sebagai langkah efektif mengantisipasi epidemi.
Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan Tri Mumpuni masuk daftar 22 muslim paling berpengaruh di bidang sains dan teknologi 2020 versi Royal Islamic Strategic Studies Centre. Sementara Adi Utarini, Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, masuk daftar 10 orang yang membantu pengembangan ilmu pengetahuan di dunia 2020 versi Nature, jurnal ilmiah yang berbasis di Inggris, berkat risetnya soal demam berdarah.
Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, namun dalam seperempat abad kemudian watak otoritarianisme kembali menguat. Benarkah penjegalan cita-cita Reformasi digerogoti dari dalam secara sistematis?
Setelah 25 tahun gerakan reformasi di Indonesia kini berada pada titik nadir. Semangat perubahan yang pernah diusung oleh mahasiswa, buruh, aktivis pro-demokrasi, dan berbagai kalangan masyarakat semakin meredup. Beberapa aktivis Reformasi 1998 yang dulu berjuang di jalanan, sekarang justru mendukung gagasan dan perilaku yang bertentangan dengan tuntutan mereka di masa lalu.
Bahkan hingga di penghujung periode kedua pemerintahan Joko Widodo, belum ada satu pun dari enam tuntutan mahasiswa 1998 yang terlaksana sepenuhnya. Seperti misalnya supremasi hukum, pemberantasan korupsi, dan pengadilan terhadap mantan presiden Soeharto. Arus reformasi cenderung berbalik arah dan gejala otoritarianisme semakin menguat, menghadirkan tantangan serius bagi perjuangan demokrasi di Indonesia.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.