maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
DUA komik karya dua orang peranakan Tionghoa, Kho Wan Gie dan Goei Kwat Siong, puluhan tahun silam sangat terkenal di sini, yaitu Put On dan Si A Piao. Kedua komik ini sudah lama tak terbit. Bila dihitung dari tahun kelahirannya pada 2 Agustus 1930, kini komik legendaris Put On genap berusia 90 tahun. Adapun Si A Piao berumur 70 tahun. Bagaimana kisah munculnya kedua komik ini?
PENYAIR tersohor Sapardi Djoko Damono mengembuskan napas terakhir pada Ahad, 19 Juli lalu. Sajak-sajak Sapardi menempati pencapaian estetis tersendiri dalam jagat puisi Indonesia. Seorang pengamat mengatakan sajak-sajak imajis Sapardi berdiri kokoh di tengah, tidak tergoda terlalu ekstrem ke kiri sebagai sajak protes serta bisa menahan diri tak melangkah terlalu eksperimental ke kanan.
Seluruh hidup Sapardi didedikasikan kepada sastra. Ia pernah menjadi redaktur sastra majalah Horison, dan sampai akhir hayatnya menjadi akademikus sastra di kampus. Sapardi juga seorang penerjemah, dari novel sampai naskah drama, yang tangguh. Lingkup aktivitas sastranya demikian luas dan intens. Yang juga membedakan Sapardi dengan penyair lain adalah sajak-sajaknya diterima luas oleh publik. Musikalisasi sajak-sajak cintanya, misalnya, demikian populer, juga menyentuh secara bersahaja semua kalangan.
Menjelang kematiannya pada umur 80 tahun, Sapardi masih terus berusaha memproduksi buku-buku sastra. Ia yakin penerbitan sastra diterima masyarakat kita.
MUHAMAD Radjab adalah sosok jurnalis yang dilupakan. Pada masanya, ia produktif menulis buku dan menerjemahkan naskah dari berbagai bahasa. Lelaki kelahiran Sumpur, Sumatera Barat, 21 Juni 1913, ini juga seorang poliglot. Dia fasih berbicara dan menulis dalam lima bahasa: Inggris, Belanda, Arab, Jerman, dan Prancis. Setahun terakhir, tiga bukunya diterbitkan ulang oleh Balai Pustaka dan Kepustakaan Populer Gramedia, yakni Catatan di Sumatra, Perang Padri di Sumatra Barat, dan Semasa Kecil di Kampung.
Buku-buku itu tak ubahnya catatan antropologis dan sosiologis yang diracik Radjab dengan napas jurnalistik. Sebagai pewarta, Radjab pernah berkiprah di tujuh media. Bermula dari harian lokal, Persamaan, ia lalu ikut mendirikan Indonesia Raya bersama Mochtar Lubis dan berkarya di Kantor Berita Antara. Ia tutup usia di Padang pada usia 57 tahun, saat menghadiri seminar sejarah dan budaya di Batusangkar. Tempo melaporkan dari kampung halaman Radjab, menyusuri kenangan tentang dirinya dari para putranya.
Sebuah patung Sukarno hasil kolaborasi Ridwan Kamil dan Dolorosa Sinaga berdiri di ibu kota Aljazair. Sukarno sangat dihormati di Aljazair karena perannya mendukung kemerdekaan negara itu. Pada 1955, Sukarno mengundang para pejuang kemerdekaan Aljazair datang ke Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Konferensi yang berpengaruh bagi politikus dan aktivis Front Pembebasan Nasional (FLN), yang menentang kolonialisme Prancis di Aljazair.
Sedianya patung itu diresmikan pada 6 Juni 2020, bertepatan dengan peringatan kelahiran Sukarno. Namun, karena pandemi, peresmian diundur. Tempo menuliskan kisah di balik patung Sukarno di Aljazair itu. Tulisan dilengkapi esai Agus Dermawan T., yang menulis tentang persahabatan Sukarno dengan pematung berdarah Jepang terkenal, Isamu Noguchi. Dari Noguchi-lah Sukarno sadar akan pentingnya patung publik.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.